CABANG-CABANG ILMU FILSAFAT
PENDAHULUAN
Berpikir filosofis adalah berpikir dengan
sungguh-sungguh, dengan mempertimbangkan penalaran dan penarikan kesimpulan
secara hati-hati. Berpikir berfilsafat menuntut kejelasan, keruntutan,
konsistensi dan sistematika[1]. Berpikir filsafat juga
tidak boleh memisahkan antara satu dengan yang lainya, dengan kata lain befikir
secara filsafat harus menyeluruh dengan menghubungkan gagasan, ide dan berbagai
permasalahan. Berpikir filsafat harus menghubungkan antara satu bagian dengan
bagian yang lain, dan ini tentunya bukanlah persoalan yang mudah mengingat kajian
filsafat membahas semua yang ada tanpa memandang dimensi tuhan atau manusia,
dimensi abstrak atau lahir.
Luasnya
bidang filsafat yang harus dikaji sebagaimana tersebut di atas melahirkan proses pengelompokan dan pembagian cabang filsafat
menjadi beberapa sub bagian. Dalam masalah ini masih terdapat ketidak seragaman
di kalangan pemikir dalam memetakan cabang filsafat. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan keilmuan dan sudut pandang yang berbeda. Akan tetapi secara umum
filsafat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar yaitu: Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi adalah teori tentang “ada” yaitu tentang
apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Epistemologi adalah teori pengetahuan,
yaitu membahas bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang diingin
dipikirkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat
maupun fungsi dari objek yang dipikirkan.[2]
Dari
tiga cabang filsafat sebagaimana yang penulis sebutkan di atas muncul
aliran-aliran yang mencoba menjawab persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
filsafat. Sebagian aliran muncul sebagai reaksi atas pemikiran sebelumnya yang
dianggap timpang dan tidak sesuai. Sebagian mereka lebih menonjolkan yang
nyata, berwujud dan bisa dijangkau dengan panca indera sedangkan sebagian yang
lain lebih mengutamakan yang abstrak dan tidak bisa dijangkau oleh indera
sebagai sebuah kekuatan yang melahirkan apa yang selanjutnya dinamakan dengan
“ada”.
CABANG-CABANG FILSAFAT
Pemetaan filsafat ilmu terkait erat dengan
perkembangan sejarah dan prisnsip pengklasifikasian yang dilakukan oleh para
filosof. Sebut saja Aristoteles[3] yang membagi filsafat itu
menjadi beberapa bagian yaitu : metafisika[4], logika[5], psikologi, filsafat
politik, fisika dan matematika. Ia juga mengelompokkan cabang filsafat tersebut
menjadi tiga kelompok yaitu filsafat spekulatif/ ilmu-ilmu teoritis, filsafat
praktis/ilmu-ilmu praktis dan filsafat ilmu produktif.[6]
Berbeda dengan Aristoteles, Christian Wolff[7] membagi filsafat menjadi beberapa bagian di antaranya: logika, filsafat pertama, ontologi, teologi, kosmologi[8], psikologi rasional, etika dan teori pengetahuan. Selain itu dalam Ted Honderich juga memperkaya khazanah pemahaman cabang filsafat dengan menyebutkan beberapa cabang dari filsafat. Ia membuat pembagian cabang filsafat dalam bentuk 3 lingkaran. Lingkaran pertama terdiri dari metafisika, epistimologi, dan logika. Lingkaran kedua atau lingkaran tengah terdiri dari filsafat ilmu pengetahuan, filsafat pemikiran (mind) filsafat moral (etika) dan filsafat bahasa. Sedangkan lingkaran ketiga atau lingkaran luar terdiri dari filsafat matematika, filsafat politik, filsafat ketuhanan, filsafat sosial, filsafat keindahan, filsafat hukum, filsafat pendidikan dan filsafat agama. Walaupun dibedakan menjadi tiga lingkaran tidak berarti bidang filsafat yang ada pada satu lingkaran tidak berhubungan dengan bidang filsafat yang ada pada lingkaran yang lain. Semua bidang filsafat yang ada berhubungan antara satu sama lain.[9
Dari cabang-cabang filsafat yang telah dijabarkan di atas, secara garis besar cabang filsafat dikelompokkan tiga bidang saja. yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. Kajian ketiga cabang filsafat tersebut biasanya disebut dan dibahas secara bersamaan[10]. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang diingin dipikirkan Ontologi adalah teori tentang “ada” yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat maupun fungsi dari objek yang dipikirkan.[11]
A. Ontologi
Ilmu
Ontologi adalah masalah
ruang lingkup atau cakupan ilmu penetahuan. Biasanya ruang lingkup ilmu
pengetahuan hanya terbatas pada persoalan empiris yaitu alam materi atau yang
dapat dianalisa dengan akal saja. Akan tetapi persoalan ontologi dalam kajian
filsafat tidah hanya terbatas alam fisik saja tetapi mencakup alam metafisika.
Plato[12] membagi alam menjadi dua
yaitu alam inderawi yang bersiafat material dan berubah dan dunia idea yang
bersifat spritual dan abadi.[13]
Dalam beberapa kajian
ontologi dikatakan sebagai metafisika umum, yang membahas secara menyeluruh dan
sekaligus. Pembahasan tersebut dilakukan dengan membedakan dan memisahkan
eksisitensi yang sesungguhnya dari penampakan atau penampilan eksisitensi itu.[14] Menurut teori ini
ontologi dibagi kepada tiga yaitu:
idealisme, materialisme dan dualisme.
Dalam kajian lain
aliran yang dikaitkan dengan ontologi antara lain :
1. Monisme
Monisme (monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal) secara istilah
monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur pokok dari segala
sesuatu adalah unsur yang bersifat
tunggal. Unsur dasar ini bisa berupa benda, pikiran, tuhan, energi. Bagi kaum
materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi kaum idealis unsur itu roh atau ide. Filosof yang pertama menggunakan terminologi monisme adalah Christian Wolff.
2. Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah ajaran yang
menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak
belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi,
misalnya substansi Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan
badan. Selain itu ada juga yang
mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara idealisme dan
materialisme,
dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber
yaitu hakikat materi dan ruhani.
3. Pluralisme
Pluralisme (Pluralism)
berasal dari kata Pluralis (jamak).
Aliran ini menyatakan bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua
substansi tetapi banyak substansi yang bersifat independen satu sama lain.
Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya tidak memiliki kesatuan,
kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional, fundamental. Di dalamnya
hanya terdapat berbagai jenis tingkatan
dan dimensi yang tidak dapat direduksi. Pandangan demikian mencangkup puluhan teori, beberapa diantaranya
teori para filosuf yunani kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara,
tanah, api dan air. Dari pemahaman diatas dapat dikemukakan bahwa aliran ini
tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi melainkan banyak
substansi, karena menurutnya manusia tidak hanya terdiri dari jasmani dan
rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan unsur
substansial dari segala wujud. Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara
lain: Empedakles, yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur,
yaitu api, udara, air dan tanah.
4. Spiritualisme
Aliran spiritualisme juga disebut idealisme (serba cita).
Tokoh aliran ini antaranya Plato dengan ajarannya tentang Idea (cita) dan jiwa.
Idea atau cita adalah gambaran asli segala benda. Semua yang ada dalam dunia
hanyalah penjelmaan atau bayangan saja. Idea atau cita tidak dapat
ditangkap dengan indera, tetapi dapat dipikirkan, sedangkan yang ditangkap oleh
indra manusia hanyalah bayang-bayang. Ajaran ini mengatakan bahwa kenyataan
yang terdalam adalah roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam.
5.
Materialisme
Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang
asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme.
Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu – satunya fakta yang
hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan
yang berdiri sendiri. Materialisme menolak hal-hal yang tidak terlihat,
keberadaan yang sesungguhnya bersifat materi atau sesungguhnya bergantung pada
materi. Jadi realitas sesungguhnya adalah lambang kebendaan. Tokoh dari aliran
ini adalah Demokritos[15], Thomas Hobes[16] dan Ludwig Andreas
Feurbach[17]
6. Mekanisme
Mekanisme, adalah aliran yang menyatakan bahwa semua gejala dapat
dijelaskan berdasrkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil
dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidahnya. Aliran ini
juga menerangkan semua peristiwa berdasar pada sebab kerja, yang dilawankan
dengan sebab-tujuan. Alam dianggap seperti sebuah mesin yang keseluruhan
fungsinya ditentukan secara otomatis oleh bagian-bagiannya. Pandangan yang
bercorak mekanistik dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh Leucippus[18]
dan Demokritos
yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasarkan pada atom-atom yang
bergerak dalam ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei[19]
dan filosof lainnya
abad ke-17 sebagai filsafat mekanik. Rene Descartes[20]
menganggap bahwa hakikat materi adalah keluasandan semua gejla fisik dapat
diterangkan dengan kaidah mekanik. Bagi Immauel Kant[21],
kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab-akibat sebagai suatu kaidah alam.
7. Teleologi
Teleologi (serba-tujuan), adalah aliran yang berpendapat
bahwa yang berlaku daalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab-akibat, akan
tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang
mengarahkan alam ke suatu tujuan. menurut Aristoteles, untuk melihat kenyataan
yang ysesungguhnya kita harus memahami empat sebab, yaitu sebab bahan (material
cause), sebab bentuk (formal cause), sebab kerja (efficient couse), dan sebab
tujuan (final couse).sebab bahan adalah bahan yang menjadikan sesuatu itu ada;
sebab bentuk adalah yang menjadikan sesuatu itu berbentuk; sebab kerja adalah
yang menyebabkan bentuk itu bekerja atas bahan; sebab tujuan adalah yang
menyebabkan semata-mata karena perubahan tempat atau gerak
8. Vitalisme
Vitalisme, adalah aliran yang memandang bahwa
kehidupan tidak sepenuhnya dijelaskan secara fisika-kimiawi, karena
hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme seperti Henry
Bergson (1859-1941)[22]
menyebutkan elan vital. Dikatakannya
bahwa elan vital meruapakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan dalam
alam. Asas hidup ini memimpin dan mengatur gejala hidup dan menyesuaikannya
dengan tujuan hidup. Oleh karena itu, vitalisme sering juga disebit finalisme.
B. Epistimologi
Ilmu
Epistemologi merupakan
salah satu cabang dalam kajian filsafat pengetahuan.[23] Epistemologi berasal dari
kata Yunani yaitu episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang
berarti perkataan, pikiran dan ilmu. Maka secara hafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual menempatkan
sesuatu dalam kedudukan tempatnya.[24] Epistimologi adalah teori
pengetahuan, yaitu membahas bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek
yang diingin dipikirkan.[25]
Dalan kajian filsafat
ilmu, epistemologi merupakan persoalan yang utama, bahkan sebagian ahli
menganggap bahwa epistimologi adalah filsafat ilmu atau dikenal dengan (theory of knowledge). Dalam kajian
selanjutnya masalah sumber dan kebenaran ilmu merupakan dua masalah pokok dalam
epistimologi.[26]
Mazhab-mazhab dalam
persoalan pengetahuan yang bertalian
dengan sumber pengetahuan yang asli adalah:
1. Rasionalisme
Rasionalisme menganggap
bahwa hanya dengan menggunakan akal saja kita bisa sampai kepada
pengetahuan yang sebenarnya dan tidak
mungkin salah. Menurut aliran ini sumber pengetahuan bahkan satu-satunya adalah
akal manusia. Rasionalis menolak anggapan bahwa kita bisa menemukan pengetahuan
melalui pancaindera kita. Akal sudah cukup memberi pemahaman bagi kita lepas
dari memfungsikan panca indera. Apa yang kita tangkap melalui panca indera
hanya merupkana tiruan cacat dari ide-ide tertentu.[27] Hanya pengetahuan yang
diperoleh dari akal yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua pengetahaun
ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapat dari
akal.[28] Pengalaman hanya
meneguhkan apa yang telah ada pada rasio hal 47 segala hal yang tidak bersifat
inderawi hanya boleh dikira-kira atau diterima sebagai “kepercayaan” tetapi
tidak bisa dipastikan.[29] Zaman rasionalisme
mencapai puncaknya pada masa Kant yang berusaha mendamaikan aliran rasionalsme
dan empirisme dalam suatu sistem filsafat yang teruji oleh akal.[30]
2. Realisme
Realisme berasala dari kata realis yang berarti sungguh-sungguh atau nyata benar. Sebagai aliran filsafat ilmu pengetahuan realisme menganut sistem kebenaran ganda yaitu kebenaran dalam alan ide dan inderawi. Sistem kebenaran ganda tersebut merupakan asumsi dasar yang menentukan pandangan-pandangan epistemologi realisme. Realisme mengakui adanya dua konsep kebenaran yaitu kebenaran yang diperoleh lewat ide dan kebenaran yang diperoleh lewat inderawi. Menurut ajaran ini bungan mawar yang berwarna merah berwujud dan dapat ditangkap oleh panca indera dan keharuman dari bunga itu juga benar-benar ada. Jadi bunga mawar warna merah dengan wangi semerbak benar-benar ada
3. Kritisme
Aliran kritisisme lahir dari pandangan Imanuel Kant terhadap teori rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik di mana hal itu merupakan materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
4. Idealisme
Idealisme adalah aliaran yang menilai angan-angan (idea) dan cita-cita (ideal) sebagai hasil perasaan daripada dunia nyata.aliran ini pada awalnyan dikembangkan oleh socrates dan dilanjutkan oleh muridnya plato.[31] Idelisme mengajarkan bahwa adanya sesuatu hanya di alam ide. Segala sesuatu yang wujud tampak yang berwujud nyata dalam dunia inderawi hanya merupakan gambaran atau bayangan yang sesungguhnya dari alam ide. Tokoh dari aliran ini antara lain adalah Barkeley, Immanuel Kant dan Friedrich Hegel. Jadi menurut aliran ini sumber ilmu adalah ide.
5.
Empirisme
Empirisme berasal dari
kata emperia yang berarti pengalaman
inderawi.[32]
Aliran empirisme adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber ilmu
pengetahuan satu-satunya adalah pengalaman, yang didasarkan kepada data dan
fakta yang ditangkap oleh panca indera. Pengalaman yang dimaksud adalah
pengalaman yang terjadi melalui dan
berkat panca indera. Dengan kata lain pengalama, percobaan, pengamatan,
penelitian lansung dilapangan untuk mengumpulkan data dan fakta itulah yang
menjadi titik tolak dari pengetahuan manusia. Tidak ada sumber pengetahuan lain
selain pengalaman sehingga panca indera memainkan perang penting dalam
memperoleh ilmu pengetahuan.[33] Kekuatan epistimologi
terletak penglihatan manusia. Pengetahuan ilmiah yang baru adalah hasil
observasi dan pengukuran yang teliti darai para ilmuan terhadap fenomena.[34]
6. Positivisme
Aliran positivisme
menganngap bahwa dasar dari ilmu pengetahuan adalah berpikir faktual dan nyata.
Tahap positiv merupakan tahap puncak
perkembangan pemikiran manusia setelah tahap teologis dan metafisika.
Positivisme diartikan sebagai segala sesuatu yang nyata, jelas, pasti dan
bermanfaat. Aliran ini terpengaruh dengan pandangan empirisme yang hanya
mengakui fakta yang dapat diamati sebagai sumber ilmu pengetahuan lalu menolak
unsur psikologis dan matafisika memasuki wilayah ilmu pengetahuan.
7. Pragmatisme
Menurut aliran
pragmatisme hakikat dari realitas keilmuan adalah segala sesuatu yang dialami oleh
manusia. Ia berpendapat bahwa inti dari realitas adalah pengalaman yang dialami
manusia. Ini yang kemudian menjadi penyebab bahwa pragmatisme lebih memperhatikan
hal yang bersifat keaktualan sehingga berimplikasi pada penentuan nilai dan
kebenaran. Dengan demikian nilai dan kebenaran dapat ditentukan dengan melihat
realitas yang terjadi di lapangan dan tidak lagi melihat faktor-faktor lain
misal dosa atau tidak.
C.
Aksiologi Ilmu
Aksiologi atau teori
nilai (value theori) adalah suatu ilmu
yang mengkaji tentang nialai guna sesuatu, bernialai atau tidak bernilai,
penting tidak penting, baik atau buruk.[35]
Brameld sebagauimana
dikutip oleh Noor Syam membedakan aksiologi menjadi tiga bagian yaitu:
1.
Moral conduct (tindakan moral) yang membicarakan
masalah etika.
2.
Esthetic expression yang membicarakan masalah
keindahan atau estetika.
3.
Socio-political life yang melahirkan ilmu filsafat
sosial politik.[36]
1. Idealisme
Etis
Etika idealisme
menganggap bahwa kebaikan itu lahir atau dilakukan bukan karena dianjurkan oleh
orang lain melainkan atas dasar kemauan sendiri dan rasa kewajiban. Menurut
mazhab ini kemauan merupakan faktor yang paling penting dari wujud tindakan-tindakan
yang nyata. Dengan kata lain kemauan yang baik merupakan dasar pokok etika idealisme.[37]
2. Deontologisme
Etis
Deon bahasa yunani
berati keawajiban. Etika deontologi menekankan manusia untuk bertindak secara
baik. menurut mazhab ini suatu tindakan itu baik bukan karena dinilai dan
dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu. tindakan itu
bermoral karena tindakan itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang
harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat yang ditimbulakn oleh
tindakan itu. tindakan seseorang baik bila tindakan tersebut sejalan dengan
kewajiban yang ia emban. Misalnya seorang pegawai pemerintah dinilai baik bila
ia memberi pelayanan prima kepada masyarakat.[38]
3. Etika
Teologis
Etika teologis bergerak
di antara dua basis yaitu rasio dan wahyu[39] Etika teleologi berasal
dari kata yunani yaitu telos tujuan dan
logos yang berarti tujuan dan logos yang berati ilmu. Mazhab ini menganggap
bahwa baik buruk sesuatu berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan tersebut.
Suatu tindakan dianggap baik bila bertujuan baik dan berakibat baik. etika
teleologis lebih bersifat situasional dan subjecti. Kita bisa bertindak berbeda
dalam situasi lain karena penilai terhadap tindakan tersebut. Suatu tindakan
yang jelas-jelas bertentangan dengan norma dan nilai moral bisa dibenarkan oleh
etika teleologis hanya karena tindakan itu membawa akibat yang baik.[40]
4. Hedonisme
Hedonisme adalah salah
satu teori etika yang paling tua di dunia, sederha dan kebenda-bendaan berabad
abad lamanya kita selalu menemukan orang yang berprinsip bahwa kesenangan atau
kenikmatan merupakan tujuan akhir dari hidup yang baik dan tinggi. Kaum hedonis
modern memaknai kebahagian dengan
kesenangan semata. Sehingga kita harus hati-hati dengan konsep kebahagian yang
mereka tawarkan. Ajaran hedonisme pertama sekali diformulasikan oleh
Aristippus, ajaran ini lahir karena Aristppus salah dalam memahami pemikiran
gurunya Sokrates yang menyatakan bahwa tujuan hidup adalah kebahagiaan. Sebuah
pekerjaan itu dianggap baik apabila dapat memberi kesenangan dan kenikmatan.[41]
5. Utilitarisme
Istilah utilitarisme diambil dari kata utility yang berarti guna atau manfaat.[42] Utilitarisme dikembangkan dari aliran hedonisme oleh Jeremy Bentham. Ia menganggap bahwa kesenangan dan kesedihan merupakan satu-satunya motif yang mengarahkan manusia. Kesenangan seseorang tergantun dari kebahagian dan kesengan seluruh masyarakat. Kebaikan moral suatu perbuatan ditentukan oleh kegunaanya dalam memajukan kesejahteraan bersama. kebahagiaan yang palin besar adalah kebahagian bagi kelompok orang yang banyak.[43] Sebuah kebenaran itu harus bisa dipergunakan dalam lingkungan ilmu, seni dan agama[44] Prinsip yang dianut etika utilitarisme adalah bertindaklah sedemikian rupa agar tindakan mu itu mendatangkan manfaat sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang (The greatest good for the greatest number)
PENUTUP
Dari apa yang telah dibahas di atas penulis dapat
mengambil beberapa kesimpulan yaitu:
1. Secara
umum cabang filsafat ilmu dibagi menjadi 3 bagian yaitu: ontologi, Epistemologi
dan Aksiologi. Ontologi adalah teori tentang “ada” yaitu tentang apa yang
dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Epistemologi adalah teori pengetahuan,
yaitu membahas bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang diingin
dipikirkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat
maupun fungsi dari objek yang dipikirkan.
2. Ketiga
cabang filsafat ilmu tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain dan biasanya
dijabarkan secara bersamaan.
3. Ontologi
ilmu dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: Monisme, Dualisme, Pluralisme, Spritualisme,
Materialisme, Mekanisme, Teleologi dan Vitalisme.
4 Epistemologi
ilmu dibagi menjadi bebarapa bagian yaitu:Rasionalisme, Realisme, Kritisme,
Idealisme, Empirisme, Positivisme dan Pragmatisme.
5. Aksiologi
ilmu dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: Aksiologi Ilmu, Idealisme Etis,
Deonontologisme Etis, Etika Teologis, Hedonisme dan Utilitarisme.
[1]Akhyar Yusuf Lubis,
Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hal. 24
[2]Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode
Rasional Hingga Metode Kritik, (Badung
Erlangga, 2006), hal
1
[3]Aristoteles (384 SM – 322 SM) adalah
seorang filsuf
Yunani,
murid dari Plato
dan guru dari Alexander yang Agung. Ia
menulis tentang berbagai subyek yang berbeda, termasuk fisika, metafisika,
puisi, logika, retorika, politik, pemerintahan,
etnis, biologi dan zoologi. Bersama
dengan Socrates
dan Plato, ia
dianggap menjadi seorang di antara tiga orang filsuf yang paling berpengaruh di
pemikiran Barat
[4]Metafisika
merupakan padanan kata yang berasal dari Bahasa
Yunani yakni : meta yang berarti setelah atau di
balik,
dan phúsika yang berarti hal-hal di alam.
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek
di dunia. Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas.
Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari
suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
[5]Logika
berasal dari kata Yunani yaitu logos yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa.
[6]Akhyar Yusuf Lubis,
Filsafat Ilmu Klasik..., hal. 16
[7]Christian Wolff
adalah seorang filsuf
Jerman yang
berpengaruh besar dalam gerakan rasionalisme
sekular di
Jerman pada awal abad ke-18. Meskipun Wolff berasal dari keluarga Lutheran, namun
pendidikannya di sekolah Katolik membuatnya mengenal pemikiran Aquinas dan Suárez. Studinya di Leipzig membuat
Wolff berkenalan dengan pemikiran Leibniz dan sempat berkirim surat dengan filsuf tersebut.Pada
tahun 1706, Wolff mengajar matematika di Halle dan pada tahun 1709, ia mulai mengajar filsafat. Ia
meninggal pada tahun 1754.
[8]Kosmologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta
berskala besar. Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan
evolusi dari suatu subjek. Kosmologi dipelajari dalam astronomi, filosofi, dan agama
[9]Akhyar Yusuf Lubis,
Filsafat Ilmu Klasik...hal. 17
[10]Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam..., hal 1
[11]Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam..., hal.
1
[12]Plato
adalah tokoh yang lahir sekitar 427 SM -
meninggal sekitar 347
SM.
adalah seorang filsuf
dan matematikawan
Yunani, penulis philosophical dialogues
dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi
pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates.
Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles.
Karyanya yang paling terkenal ialah Republik
yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal"
[13]Abdur Rahman Haji
Abdullah, Wacana Falsafah Ilmu Analisis
Konsep-Konsep Asas Dan falsafah Pendidikan Negara, (Kuala Lumpur : Utusan
Publications & Distributors Sdh Bhd, 2005), hal. 19
[14]Soetriono dan Rita
Hanafie, Filsafat Ilmu Dan Metodologi
Penelitian, (Yogyakarta : Andi, 2007), hal. 62
[15]Demokritos
adalah seorang filsuf
yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme. Ia adalah murid dari Leukippos,
pendiri mazhab tersebut. Demokritos mengembangkan pemikiran tentang atom
sehingga justru pemikiran Demokritos yang lebih dikenal di dalam sejarah
filsafat. Selain sebagai filsuf, Demokritos juga dikenal menguasai
banyak keahlian. Sayangnya, karya-karya Demokritos tidak ada yang tersimpan.
Demokritos menulis tentang ilmu alam, astronomi, matematika,
sastra, epistemologi,
dan etika. Ada
sekitar 300 kutipan tentang pemikiran Demokritos di dalam sumber-sumber kuno.
Sebagian besar kutipan-kutipan tersebut berisi tentang etika
[16]Thomas Hobbes dari Malmesbury (lahir di Malmesbury,
Wiltshire,
Inggris, 5 April 1588 – meninggal
di Derbyshire,
Inggris, 4 Desember
1679 pada umur 91
tahun) adalah seorang filsuf Inggris yang beraliran empirisme.
Pandangannya yang terkenal adalah konsep manusia dari sudut pandang empirisme-materialisme,
serta pandangan tentang hubungan manusia dengan sistem negara.
[17]Ludwig Andreas von Feuerbach (lahir di Landshut,
Bavaria, 28 Juli
1804 – meninggal
di Rechenberg dekat Nürnberg, Kekaisaran
Jerman, 13 September 1872 pada umur 68
tahun) adalah seorang filsuf dan antropolog Jerman. Ia adalah anak laki-laki keempat dari hakim terkemuka Paul
Johann Anselm Ritter von Feuerbach.
[18]Leukippos
adalah seorang filsuf
yang merintis mazhab
Atomisme. Ia juga merupakan guru dari Demokritos.
Di dalam filsafat Atomisme, pemikiran Demokritos lebih dikenal ketimbang
Leukippos, meskipun amat sulit membedakan antara pandangan Leukippos dan
Demokritos. Para ahli masa kini menganggap bahwa Leukippos merumuskan garis
besar ajaran-ajaran atomisme, lalu Demokritos mengembangkan pemikiran gurunya
lebih lanjut
[19]Galileo Galilei
(lahir di Pisa, Toscana, 15 Februari
1564 – meninggal
di Arcetri, Toscana, 8 Januari 1642 pada umur 77
tahun) adalah seorang astronom, filsuf, dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi
ilmiah.Sumbangannya dalam keilmuan antara lain adalah penyempurnaan teleskop,
berbagai pengamatan astronomi, dan hukum gerak pertama dan
kedua (dinamika). Selain itu, Galileo
juga dikenal sebagai seorang pendukung Copernicus mengenai peredaran bumi mengelilingi
matahari.
[20]René Descartes
(lahir
di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – meninggal
di Stockholm,
Swedia, 11 Februari
1650 pada umur 53
tahun), juga dikenal sebagai Renatus
Cartesius dalam literatur berbahasa
Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan
Perancis.
Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes
de prima Philosophia (1641)
[21]Immanuel Kant
(lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 – meninggal
di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari
1804 pada umur 79
tahun). Kota itu sekarang bernama Kaliningrat di Rusia. Dia berasal dari
keluarga pengrajin yang sederhana. Ketika Kant masih muda, usaha ayahnya
bangkrut. Kehidupan meraka harus didukung oleh keluarga besar orang tuanya.
Kant penuh dengan kerendahan hati dan sangat disiplin.
[22]Henri-Louis Bergson
(lahir di Paris, Perancis, 18 Oktober
1859 – meninggal
di Paris, Perancis, 4 Januari 1941 pada umur 81
tahun) merupakan seorang filsuf Perancis yang berpengaruh besar terutama pada awal abad ke 20.
Ia lahir dari seorang ibu berdarah Inggris dan
seorang ayah berdarah Yahudi Polandia. Sebagian besar masa produktifnya dihabiskannya
sebagai seorang dosen filsafat dan seorang penulis. Bergson
pernah memperoleh nobel
untuk sastra
pada 1927.
[23]Wardani, Epistemologi Kalam Abad Pertengahan,
(Yogyakarta : LkiS : 2003), hal 17.
[24]J. Sudarmita, Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat
Penetahuan, (Jakarta : Karnisius, 2002), hal. 18
[25]Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam..., hal 1
[26]Abdur Rahman Haji
Abdullah, Wacana Falsafah Ilmu...,
hal. 55
[27]A. Sonny Keraf dan
Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah
Tinjauan Filosofis (Yogyakarta : Karnisius, 2001) hal. 43-44
[28]Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta
: Karnisius, 1982), hal. 18
[29]Simon Petrus L.
Tjahjadi, Tuhan Para Filsuf Dan Ilmuwan,
(Yogyakarta : Kanisius, 2007), hal. 47
[30]Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta
: Karnisius, 1982), hal. 69
[31]Alfian Rokhmansyah,
Study dan Pengkajian Sastra Perkenalan
Awal Terhadap Ilmu Sastra,(Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2014), hal 56
[32]Ahmad Zainul Hamdi,
Tujuh Filsuf Muslim (Yogyakarta :
Pustaka Pesantren, 2004) hal. 134
[33]A. Sonny Keraf dan
Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan ...hal.
49
[34]Neil Turnbull, Get a Grip on Philosophy, Terj. Alfatih
Geusan Pananjung A. Bengkel Ilmu Filsafat,(Bandung : Erlangga, 2005), hal
109
[35]Abdur Rahman Haji
Abdullah, Wacana Falsafah Ilmu..., hal.
19
[36]Muhammad Noor Syam,
Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila, (Surabaya : Usaha Nasional, 1986), hal. 34-35
[37]Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi
Pendidika Bagian 3 Pendidikan Disiplin Ilmu, (Imtima 2007), hal 27.
[38]A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan Dan Relevansinya, (Yogyakarta
: Karnisius, 1998) hal. Hal 23
[39]Wardani, Epistimologi
Kalam Abad..., hal.139
[40]A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta :
Kompas 2010), hal 28
[41]Poepoprodjo, Filsafat Moral Kesusilaan Dalam Teori Dan
Praktek, (Bandung : Pustaka Grafika, 1998), hal. 60
[42]A. Hanafiah, Ikhtisar Sejarah Filsafat Barat (Jakarta
: Pustaka Al Husna, 1981) hal. 67
[43]Poepoprodjo, Filsafat Moral Kesusilaan... hal 61-62
[44]Poedjawijatma, Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat
(Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hal. 133
Post a Comment for "CABANG-CABANG ILMU FILSAFAT"