DAULAH BANI UMAYYAH
PENDAHULUAN
Ketika
masa kepemimpinan Utsman bin Affan ra memasuki paruh kedua, terjadi berbagai
masalah di kalangan umat Islam. Tanah subur yang sebelumnya berada di tangan
rakyat beralih di bawah penguasaan golongan-golongan tertentu. Hal ini menyebabkan
kesejahteraan penduduk jauh dari yang
diharapkan kerena mereka kehilangan mata pencaharian. Rakyat yang
berasal dari berbagai daerah mulai melakukan pergerakan menentang pemerintah.
Kondisi ini bertambah parah di saat beberapa pemuka Yahudi melakukan provokasi
supaya rakyat melakukan pemberontakan. Kondisi semakin sulit ketika kota
Madinah tempat berdomisili sang khalifah dikepung. Terjadilah tragedi
pembunuhan terhadap Utsman bin Affan ra.
Pasca
peristiwa tersebut sebagian pemberontak segera membaiat dan mengangkat Ali bin
Thalib ra sebagai khalifah sebagai upaya untuk menyelamatkan diri. Muawwiyah
bin Abu Sufyan yang pada saat menjadi Gubernur di Syria mendesak supaya Ali bin
Abi Thalib ra menghukum semua orang yang terlibat dalam pemberontakan.
Sedangkan Ali mempunyai pandangan lain, bahwa yang harus dihukum adalah orang
yang langsung membunuh Utsman. Kebijakan ini menyebakan lahirnya benih-benih
perpecahan antara Madinah dengan Damaskus.
Jurang perpecahan semakin lebar di saat Muawwiyah bin Abu Sufyan menabuh genderang perang karena dipecat dari jabatan gubernur. Pecahlah Perang Siffin antara Ali bin Abi Thalib ra di satu pihak dan Muawwiyah bin Abu Sufyan di pihak yang lain. Peristiwa ini di sudahi dengan proses tahkim yang salah satu keputusanya adalah menyerahkan kedaulatan kepemimpinan kepada rakyat[1]. Amru bin Ash memainkan siasat politik yang menyebabkan permasalah semakin rumit. Sebagian pengingkut Ali bin Abi Thalib ra memilih keluar dari barisan jamaah. Mereka menyalahkan Ali karena menerima tahkim padahal kemenangan sudah berada di depan mata. Mereka berusaha membunuh Ali, Muawwiyah dan Amru karena dianggap biang dari semua permusuhan. Hanya Ali yang berhasil mereka bunuh. Setelah peristiwa pembunuhan ini terjadi Muawwiyah menyatakan dirinya sebagai penguasa dengan corak dan model pemerintahan yang berbeda dari sebelumnya.
PROSES BERDIRI DAN KEMAJUAN DAULAH BANI UMAYYAH
A.
PROSES BERDIRINYA DAULAH BANI
UMAYYAH
Daulah bani Umayyah
berkuasa setelah masa khulafaurrasyidun berakhir. Daulah ini berkuasa selama 90
tahun, dari tahun 661 sampai 750 M. Nama daulah ini dirujuk kepada Umayyah bin
Abi Syams seorang pemuka Suku Quraisy yang mempunyai pengaruh luas di kalangan
masyarakat karena mempunyai aset kekayaan melimpah. Walaupun wangsa ini baru
masuk Islam pada saat Fathul Makkah namun mereka mudah beradaptasi dalam
masyarakat islam dan meraih posisi penting dalam pemerintahan karena status
sosial mereka tinggi. Posisi mereka dalam pusaran kekuasaan semakin kuat di saat
Utsman bin Affan ra (cicit dari Umayyah) menjadi khalifah[2]. Daulah ini dipimpin oleh
15 orang khalifah, yang terkenal adalah Muawwiyah I (661-680 M), Abdul Malik
bin Marwan (685-705 M), Al Walid bin Abdul Malik (705-715 M), Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) dan Hisyam bin
Abdul Malik (724-743 M)[3].
Daulah Bani Umayyah
didirikan oleh Muawwiyah bin Abu Sofyan.
Sebelumnya ia merupakan Gubernur yang berkuasa di Damaskus semasa
khalifah Umar bin Khattab ra dan Utsman bin Affan ra. Posisinya sebagai
gubernur memudahkanya untuk mendapat pengaruh luas yang dijadikan sebagai batu
loncatan meraih kekuasaan yang lebih tinggi. Kekuasaan yang dibangun oleh
Muawwiyah penuh dengan trik dan intrik, dimulai dengan menentang Khalifah Ali
bin Abi Thalib ra yang tidak mau menghukun para pemberontak yang terlibat dalam
pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan ra. Perseteruan ini mencapai klimak pada
saat terjadi Perang Siffin. Walaupun menalami kekalahan dalam pertempuran,
tetapi secara politik Muawwiyah berhasil menundukkan kekuasaan Ali bin Abi
Thalib ra. Setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib ra terbunuh, Muawwiyah semakin mantap berada pada puncak
kekuasaa. Hasan bin Ali yang dibaiat penduduk Makah-Madinah lebih memilih
berdamai dengan Muawwiyah untuk menghentikan pertikaian dan fitnah yang telah
berlangsung sejak Perang Jamal yang berlanjut dengan Perang Siffin. Perdamaian
ini yang selanjutnya dikenal dengan a’mul
jamaah merupakan tahun yang melegalisasikan kekuasaan Muawwiyah bin Abu
Sufyan sebagai khalifah..
Muawwiyah adalah sosok pemimpin
yang mempunyai pikiran yang cerdas, cerdik, cendikia dan bijaksana. Ia ahli
politik dan mempunyai pengetahuan yang luas. Ia juga seorang yang ahli hikmah,
fasih lidahnya dan kata-katanya mempunyai makna. Ia mudah mempengaruhi setiap
orang dengan untaian bahasanya. Punya kepribadian yang pemaaf bagi siapa yang
bisa dimaafkan serta tegas terhadap pihak yang tidak bisa diajak bekerja sama.[4]
Muawwiyah mengubah
sistem pemerintahan dari sistem khilafah menjadi sistem monarchi absolut atau monarchildheriditi, yang diadopsi dari sistem pemerintahan Persi yang sebelumnya berkuasa di
aliran Sungai Tigris-Eufrat dan Byzantium yang berkuasa di wilayah Anatolia.. penerapan sistem ini dimulai
dengan penobatan Yazid sebagai putra
mahkota. Kebijakan yang diambil menimbulakan reaksi keras di tengah-tengah masyarakat
karena sebelumnya sudah ada sebuah perjanjian
dengan Hasan bin Ali bahwa setelah Muawwiyah meninggal, kedaulatan dikembalikan
ke tangan rakyat. Ketika
Yazid bertahta Husein bin Ali berusaha mengajukan klarifikasi atas perjanjian yang telah ada
sebelumnya. Namun kedatangan disambut dengan ujung pedang di
Karbala. Ia dibunuh dan kepalanya dipenggal. Ketika peristiwa ini terjadi dunia
seakan berhenti, matahari mendekati seolah mendekati bumi dengan cahaya menguning
laksana kain, dan bintang-bintang seakan-akan
bertabrakan satu sama lain.[5]
Muawwiyah memindahkan
pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Hal ini dilakukan karena grass root yang mendukung kekuasaanya kebanyakan berdomisili di
wilayah Bulan Sabit Subur. Pemindahan
pusat pemerintahan Islam ke salah satu kota paling kuno, makmur dan rumit di
Timur Tengah menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap aspek-aspek sekuler
negara Islam. Pasukan Arab di Syria telah menjadi pasukan elit jauh sebelum
Muawwiyah menjadi khalifah. Mereka sukses menaklukkan Kekaisaran Romawi Byzantium
yang berpusat di Anatolia. Di bawah kekuasaan khalifah baru
status-kedudukan pasukan ini jauh
semakin meningkat.[6]
Damaskus berkembang secara cepat setelah statusnya berubah dari ibu kota
propinsi menjadi ibu kota negara[7].
Sebelum
menyusun master plan dalam
mengembangkan wilayah kekuasaan Islam, hal petama yang dilakukan oleh Muawwiyah
adalah menciptakan stabilitas politik dalam negeri. Ia berusaha
mengirimkan pasukan ke garis terdepan dalam mengamankan wilayah
kekuasaan, termasuk mempersempit ruang gerak Abdullah bin Zubair yang berkuasa
di Makkah-Madinah, serta meredam gerakan pemberontakan golongan Syiah-Khawarij
yang menjadikan Kufah sebagai basis pergerakan[8].
B. EKSPANSI
WILAYAH KEKUASAAN
Pada masa pemerintahan Muawwiyah Daulah Bani Umayyah
berhasil menaklukkan beberapa wilayah di timur meliputi Kabul, Kandahar,
Ghazni, Balakh, Bukhara, Tirmiz, dan Sind. Untuk wilayah barat-utara Muawwiyah
berusaha membebaskan wilayah tersebut dari cengkraman Byzantium. Walaupun
Muawwiyah berhasil merebut Pulau Rodes, Sijikas, Kreta dan beberapa pulau di
laut tengah, Namun Konstatinopel sebagai pusat pemerintahan Byzantium masih terlalu tangguh untuk dikalahkan.
Hasrat
menguasai Afrika Utara mendorong Muawwiyah mengirim Utbah bin
Nafi’ untuk menaklukkan wilayah Tunisia[9]. Panglima tersebut berhasil
menguasai Tunisia dan mendirikan kota Kairawan pada tahun 650 M, yang kemudian
dijadikan sebagai pusat kebudayaan Islam[10]. Namun penguasaan wilayah Tunisia
pada saat itu masih belum mengakar, bangsa Barbar masih melakukan
serangan-serangan balik terhadap satuan-satuan pasukan muslim. Sehingga pada
tahun 683 M dalam sebuah pertempuran Utbah berhasil dikalahkan oleh Bangsa
Barbar. Ia dan seluruh pasukanya terbunuh dalam pertempuran tersebut. Sejak
saat itu orang Islam tidak berdaya untuk mengembalikan sebuah kejayaan di
Afrika Utara.
Usaha perluasaan
kekuasaan Islam dilanjutkan oleh Abdul Malik bin Marwan, setelah sebelumnya
terhenti karena tiga orang khalifah
sebelumnya tidak mempunyai integritas dan kemampuan dalam memimpin. Secara umum
Abdul Malik hanya merebut kembali wilayah yang telah memisahkan diri dari
Damaskus, yang tidak mau membayar pajak maupun wilayah yang kembali keinduk
semang semula (Byzantium). Di sisi lain untuk menjaga kestabilan politik dala
negeri Abdul Malik juga berhasil
menumpas tuntas gerakan khalifah bayangan Abdullah ibn Zubair yang telah
sembilan tahun berkuasa atas tanah Makkah dan Madinah. Ia juga berhasil
membasmi pergerakan kaum Syiah-Khawarij yang sejak berdirinya Daulah Bani Umayyah
mereka bagai duri di dalam daging.
Keberhasilan ini tidak lepas dari jasa besar Gubernur Jendral Hajjaj bin
Yusuf, seorang jenderal bertangan besi yang juga berhasil
meredam seluruh pergolakan di Arabia dan Persia[11]..
Abdul
Malik kembali menyusun strategi untuk mengusai wilayah utara bagian Afrika.
Hassan bin Nu’man untuk mengembalikan kegemilanga kekuasaan Islam di sana.
Usaha ini berhasil. Bangsa Barbar dan
Romawi berhasil ditumpas. Namun mereka tetap saja meliuk-liuk di antara
kemenangan umat Islam. Mereka sulit ditumpas karena mengusai medan gerilya dan mempunyai
semangat juang yang tinggi.
Ketika
Al Walid bin Abdul Malik menggantikan ayahnya, ekspansi dilanjutkan wilayah baru sebagaimana
telah dilakukan sebelumnya. Hal pertama yang dilakukan adalah menata wilayah kekuasaan membagi menjadi tiga. Front
Barat (al Maghrib) di bawah komado
Gubernur Jenderal Musa bin Nusair, front timur (al Masyriq) di bawah komando Gubernur Jenderal Hajjaj bin Yusuf dan
Wilayah Jazirah Arab-sekitarnya dipegang oleh Gubernur Jenderal Umar Ibn Abdul
Aziz. Masing-masing Gubernur Jenderal membawahi beberapa propinsi. Walaupun Al
Walid bukan ahli strategi perang tetapi ia berhasil memperluas wilayah
kekuasaan Islam, berkat jasa para jenderal, seperti Musa bin Nusair, Thariq bin
Ziad, Qutaibah bin Muslim, Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad Al Qasim.
Dengan menjadikan
Kairawan sebagai basis militer Musa bin Nushair terus bergerak ke bagian barat
benua Afrika. Dalam waktu yang singkat seluruh wilayah pesisir Afrika dikuasai.
Untuk mencegah timbulnya pergolakan Bangsa Barbar dirangkul dan dijadikan sebagai bagian dari pasukan Islam. Sehingga
mereka masih terhormat walaupun telah dikalahkan. Salah satu dari pemimpin
mereka Thariq bin Ziad, diangkat sebagai
amir di Tanja sebuah kota yang terletak di ujung barat Afrika..
Setelah seluruh wilayah Afrika dikuasai ekspansi perluasan Islam diarahkan ke
Semenanjung Iberia (Portugis-Spanyol). Ekspedisi pertama dilakukan oleh Tarif
bin Malik bersama 5 ratus orang pasukan. Ia mendarat di sebuah wilayah yang
bernama Tarifah. Ekspedisi pertama berhasil, Tarif kembali ke Afrika Utara
dengan membawa harta rampasan yang banyak. Untuk ekspedisi selanjutnya Musa bin
Nushair mengirim 7 ribu pasukan yang
dipimpin oleh Thariq bin
Ziad. Ekspedisi ini dibantu oleh Pangeran Julian penguasa Ceuta dengan meminjamkan
beberapa kapal. Hal ini dia lakukan karena dendam, setelah adiknya
yang menempuh pendidikan di Toledo
dilecehkan.[12]
Thariq berhasil
mendarat di sebuah bukit karang Giblartar (Jabal
Thariq) pada tahun 711[13]. Sebelum pertempuran dimulai
datang 5 ribu pasukan tambahan sehingga
jumlah pasukan seluruhnya mencapai 12 ribu orang.
Pertempuran
pecah di dekat muara Sungai Salado (Lagund Janda) 19 Juli 711. 12 ribu pasukan
Thariq kewalahan menghadapai 100 ribu pasukan Bangsa Gothik yang dipimpin oleh
Raja Roderic. Namum karena adanya kampanye yang dilakukan oleh Pangeran
Julian bahwa
kedatangan Islam bertujuan membebaskan mereka dari penindasan maka sebagian
pasukan musuh mundur secara perlahan. Roderic sendiri terbunuh dan hanyut di
sungai. Thariq tidak berhenti dengan satu kemenangan ia terus bergerak maju
hingga mencapai Toledo ibu kota Gothic Barat. Keberhasilan ini mendorong Musa
bin Nushair melakukan hal yang sama Ia berangkat ke Semenanjung Iberia bersama
18 ribu pasukan. Dengan mengambil jalur yang berbeda, satu persatu kota yang
ada di Semenanjung Iberia berhasil ditaklukkan. Gelombang pasukan yang semula
bergerak dari dua sisi akhirnya di kota kecil Talavera. Setelah keberhasilan
ini, ekspedisi dilanjutkan dengan wilayah Perancis sebagai sasaran. Akan tetapi
Al Walid tidak merestui keinginan
tersebut. Usaha penaklukan Perancis baru dilakukan pada masa Umar Bin Abdul
Aziz di bawah komando Abdurrahman Abdullah Al Ghafiqi . Usaha ini gagal bahkan
ditawan dan dibunuh. Setelah seluruhnya
dikuasai Andalusia menjadi salah satu wilayah yang tunduk kepada
Gubernur Ifrqiyah (Tunisia) yang berpusat di Kairawan.
Melalui
front timur, Hajjaj bin Yusuf memerintahkan Qutaibah bin Muslim untuk
menaklukkah Bukhara, Samarkhan dan Ferghana.
Ahnaf bin Qaif diarahkan untuk menaklukkan wilayah Turkimenistan. Al
Muhallab bin Abi Sufrah berhasil mencapai Multan dan Muhammad bin Qasim
berhasil dalam ekspedisi ke Hyderabad India.
Tidak ada penaklukkan
lanjutan masa Umar bin Abdul Aziz. Umar sendiri lebih menekankan perkembangan Islam pada memperbaiki hubungan emosional dengan
berbagai golongan. Ia berpendapat bahwa memperbaiki dan memakmurkan negeri
yang berada dalam wilayah Islam lebih baik dari pada perluasannya. Meskipun
pemerintahnya singkat tetapi ia berhasil membangun hubungan yang baik dengan
golongan Syiah. Ia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk
beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan. Pajak diringankan, kedudukan
mawali disejajarkan dengan muslim Arab.[14] Ia mengembalikan semua harta
kekayaan yang ia milik ke baitul mal termasuk harta kekayaan ibu negara Fatimah
binti Abdul Malik yang merupakan harta warisan, yang di dalamnya terdapat
10.000 dinar emas. Umar dan keluarga
hidup dalam kesederhanaan, menikmati makanan biasa berupa roti yang ditambah
dengan garam.[15]
Pejabat yang melakukan
pelanggaran tidak mendapat di hati di
pemerintahan Umar. Pemerintahannya digambarkan
sebagai pemerintahan yang sangat adil di mana kambing bisa hidup berdampingan
dengan serigala[16]
C. KEMAJUAN
DAULAH BANI UMAYYAH
a. Kemajuan
Di Bidang Pemerintahan.
Muawwiyah melakukan
perubahan-perubahan untuk penataan pemerintahan. Pasukan bertombak pengawal
raja dibentuk untuk melakukan pengawalan melekat kepada khalifah dalam segala
kondisi termasuk ketika prosesi pelaksaan ibadah. Materai resmi pemerintah
diperkenalkan untuk menghindari pemalsuan dalam sistem administrasi negara.
Jawatan pos didirikan untuk membantu penyebaran dan pengumpulan berbagai
informasi dari distrik-distrik kekuasaaan. Dalam perkembangan selanjutnya
jawatan pos mempunyai peranan penting dalam proses penghubung antara wilayah
kenegaraan. Untuk urusan berbagai hal yang menyangkut dengan pemerintahan
dibentuk Diwan Al Kitabah (Dewan
Sekretaris Negara), yang terdiri dari 5 orang sekretaris yaitu : Khatib Rasail, Khatib Al Kharraj, Khatib Al
Jund, Khatib Asy Syurthah dan Khatib Al Qadi.
Pada masa Abdul Malik
bin Marwan Bahasa Arab dijadikan bahas resmi dalam
catatan publik pemerintahan,
menggantikan Bahasa Yunani yang sebelumnya digunakan di
wilayah barat dan Bahasa
Persi yang sebelumnya digunakan di wilayah timur[17]. Selain itu roda pemerintahan
diubah di mana urusan negara diatur oleh empat Kemeterian utama yaitu :
1. Kemeterian
Pajak Tanah (Diwan Al Kharraj) yang
bertugas mengawasi masalah keuangan.
2. Kementerian
Khatam (Diwan Al Khattam) yang
bertugas merancang dan mensahkan ordonasi pemerintah.
3. Kementrian
Surat Menyurat (Diwan Ar Rasail) yang
bertugas mengontrol permasalahan di daerah dan mengatur komunikasi dengan
gubernur.
4.
Kementerian
urusan perpajakan (Diwan Al Mustagallat)
b. Perkembangan
Bidang Pembangunan
Kota Damaskus yang dijadikan sebagai pusat
pemerintahan oleh Muawwiyah ditata dengan apik. Pemukiman penduduk diatur sedemikian
rupa untuk melahirkan sebuah kenyamanan bagi penduduk. Perluasan pemukiman
penduduk dengan membukan lahan baru atau perbaikan fasilitas tidak luput dari
perhatian pemerintah. Bentuk corak bangunan memadukan antara gaya Persi, Romawi
dan Arab yang menambah warna warni corak bangunan keislaman. Bangunan utama
yang dibangun oleh Muwaiyah adalah
“Istana Hijau” di Miyata. Selain itu kota juga dilengkapi fasilitas berupa
jalan dan taman rekreasi yang menakjubkan.
Pada masa Al Walid dibangun sebuah mesjid agung yang
terkenal dengan Mesjid Damaskus dengan arsitek Abu Ubaidah bin Jarrah. Mesjid
dengan ukuran 300 x 200 M dikerjakan oleh 12 ribu tenaga kerja dari Romawi. Di
sekeliling mesjid terdapat empat buah mercu peninggalan bangsa Yahudi, yang salah
satunya di jadikan bagian mesjid sebagai tempat azan dikumandangkan. Kubah-kubah
Mesjid ini berbentuk tapak besi kuda bulat yang dirancang di atas 68 tiang.
Ruangan di dalam masjid dihiasi dengan ukiran-ukiran indah, mamer-marmer halus
serta kaca berwarna-warni yang dipasang di setiap pintu.
Selain di ibu kota penguasa Umayyah juga membangun dan
menata kembali berbagai wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan Islam. Salah
satunya adalah kota Kairawan yang terletak di Tunisia. Utbah bin Nafi’ yang
menaklukkan dan menjadi gubernur di kota ini membangun Kairawan dengan arsitektur
bergaya islam. Pembangunan gedung pemerintahan, mesjid, taman rekreasi pangkalan militer yang teratur menjadikan
kota ini sebagai kota lintas budaya di mana Bangsa Arab, Barbar, Persi, Romawi
dan Qibti menjadi penduduk kota ini. Dalam perjalanan selanjutnya Mesjid
Kairawan dengan “Qubbah Bhawi” dijadikan sebagai mesjid kebanggan di Afrika
Utara
Masjid dan bangunan tua yang telah ada sebelumnya, juga
mendapat perhatian dari pemerintah, Abdul Malik bin Marwan menganggarkan dana
sebesar 10.000 dinar untuk merenovasi Masjidil Haram. Al Walid melakukan
penyempurnaan dengan memberikan perhatian penuh terhadap nilai-nilai estetika.
Pintu dan jendela dibuat lengkung-berukir dengan tiang-tiang terbuat dari batu
granit. Al Walid juga memperluas dan memperindah Mesjid Nabawi dengan gaya arsitektur
Syria di bawah pengawasan Gubernur Madinah Umar bin Abdul Aziz. Dinding mesjid
dihiasi dengan mozaik dan batu permata, tiangnya dari batu marmar, lantainya
dari batu pualam, plafonya dari emas murni, ditambah empat buah menara.
c. Kemajuan
Di Bidang Militer
Pada masa Daulah Bani Umayyah
sistem pertahanan keamanan sudah mendapat perhatian yang serius. Organisasi
militer dibentuk dalam tiga satuan utama, yaitu : Angkatan Darat (Al Jund), Angkatan Laut (Al Bahriyah) dan Satuan Kepolisiaan (Asy Syurthah). Pasukan tempur yang
dibentuk bukan lahir dari kesadaran sendiri tetapi lebih kepada unsur.
Undang-undang wajib militer (Nidam At
Tajdid Al Jibari) diberlakukan pada masa Abdul Malik bin Marwan. Armada
tempur yang bertugas dilengkapi dengan kuda, baju besi, pedang dan panah.
Setelah Bangsa Arab yang merupakan masyarakat kelas satu “lelah” berperang,
unsur-unsur non Arab seperti Bangsa Barbar ikut ambil bagian dalam barisan
pasukan Umayyah.
Angkatan laut yang telah dirintis oleh Muawwiyah sejak masa Umar bin Khattab ra dilengkapi dengan kapal-kapal tempur membuka pos di Laut Mediterania untuk menangkis serangan dari Romawi Bizantium. Rotasi untuk penyegaran pasukan dilakukan enam bulan sekali yaitu Angkatan Musim Dingin dan Angkatan Musim Panas. Selain untuk keperluan tempur kapal perang juga dipergunakan untuk kebutuhan sarana transportasi antar wilayah. Satuan Kepolisian yang sebelumnya bergabung dengan lembaga kehakiman dijadikan departemen tersendiri. Satuan ini mempunyai tugas mengawasi dan mengurus tindak pidana. Brigade kepolisian khusus dibentuk pada masa Hisyam bin Abdul Malik, Nidham Al Ahdas (Brigade Mobil) yang dibentuk ini mempunyai tugas yang hampir sama dengan tugas-tugas tentara.
d. Kemajuan
Di Bidang Ekonomi
Umayyah berhasil mengusai
jalur-jalur perdagangan penting dan dijadikan sebagai sarana peningkatan
ekonomi rakyat. Jalur sutra, yang merupakan lalu lintas darat ke Tiongkok
merupakan jalur ekspor-impor barang seperti sutra, keramik, obat-obatan dan
wewangian. Jalur perdagangan laut dimanfaatkan untuk perdagangan barang seperti
rempah-rempah, bumbu, ambar kasturi, permata, logam mulia gading dan
bulu-buluan. Upaya mendukung sektor perdagangan juga dilakukan dengan
mencetak uang arab dengan dengan nama dinar. Pabrik pabrik kain yang memproduksi pakaian resmi
kerajaan didirikan. Industri lain juga didirikan dengan diawasi oleh sahbi at tiraz. Mereka bertugas
mengontrol tukang emas dan para penjahit serta membayar gaji mereka. Produksi
kain biasanya terdiri dari berbagai
corak dengan mengadopsi berbagai macam latar budaya.[18] Pola
perilaku ekonomi ini banyak di adopsi dari berbagai budaya, termasuk sistem
perpajakan yang diambil dari sistem
registrasi pajak yang berlaku di Yunani dan Persia[19]
e. Kemajuan
Di Bidang Ilmu Pengetahuan
Kemajuan yang tidak
kalah penting adalah kemajuan di bidang ilmu pengetahuan agama walaupun masih
pada dataran peletakan dasar-dasar perkembangan. Bahasa
Arab yang dijadikan
bahasa negara, disempurnakan dengan menggunakan titik dan koma, Tata bahasa
yang sebelumnya telah
dirintis oleh Abu Aswad Ad Duwali pada masa Ali bin Abi Thalib ra disempurnakan. Dalam
bidang hadits Umar bin Abdul Aziz menunjuk Muhammad Syihab Az Zuhri untuk
mengumpulkan hadits.
Ilmu fiqh berkembang dengan munculnya ulama mazhab Imam Malik dan Imam Abu
Hanifa diakhir masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah. Perkembangan yang tak
kalah penting adalah munculnya berbagai macam qiraah. Peletakan dasar-dasar keilmuan sebagaimana telah disebutkan di atas
sangat penting di samping perkembangan ilmu-ilmu lainya.
D. KEMUNDURAN
DAN KEHANCURAN DAULAH BANI UMAYYAH
Pada saat Umar Bin
Abdul Azis memimpin, -sebagaimana telah disebutkan sebelunya- ia bersikap bijak
terhadap semua golongan, termasuk kepada
golongan Syiah dan Khawarij. Kondisi menyebabkan Umar dicintai oleh
semua golongan. Akan tetapi dibalik semua itu toleransi yang ditebarkan oleh
sang penguasa dimanfaatkan oleh Bani
Abbas. Pergerakan mereka yang sebelumnya bersifat underground, kini semakin menampakkan kegesitan. Setelah Umar wafat mereka segera melancarkan
serangan-serangan kepada Daulah Bani Umayyah.
Golongan yang selama ini ditindas
bahu membahu melakukan pemberontakan terhadap tentara Umayyah. Khalifah
Marwan bin Abdul Malik tidak mampu menghadapi koalisi para pemberontak yang
terjadi di Palestina dan di wilayah Persia[20]. Dalam pertempuran yang terjadi di
tepi Sungai
Dzab pada tahun 749 M pasukan Umayyah kalah. Ia melarikan diri dan ditangkap di Mesir kemudian dibunuh. Nasib
yang lebih baik dirasakan oleh Abdurrahman bin Muawwiyah ia berhasil melarikan
diri dari kejaran pasukan Abbasiyah. Ia tiba di Andalusia seteleh menempuh
perjalanan panjang melewati sisi utara Benua Afrika[21]
Secara
umum kehancuran Daulah Umayyah ditentukan oleh faktor :
1.
Sistem
pergantian khalifah yang menganut sisten monarchi merupakan tradisi baru
yang belum ada dalam kultur budaya Arab. Pergantian ini dianggap tidak jelas
sehingga menimbulkan konflik internal di lingkungan istana.
2.
Latar
belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak terlepas dari konflik, golongan
yang menjadi musuh penguasa terus melakukan rongrongan dan memberontak. Kondisi
menyebakan sebagian perhatian pemerintah digunakan untuk menumpas
gerakan-gerakan tersebut.
3.
Pertentangan
etnis antara Arabia Utara dengan Arabia Selatan yang sudah ada sebelumnya terus
meruncing, sehingga Daulah Bani Umayyah tidak mampu menciptakan persatuan dan kesatuan
yang sejati di tengah masyarakat.
4.
Wilayah
kekuasaanyang begitu luas, dengan kondisi pemerintahan yang labil menyebabkan
timbulnya gejolak, baik yang dilakukan secara sektoral maupun dalam cakupan
yang luas.
5.
Gaya
hidup keluarga istana yang mewah menyebabkan keluarga khalifah tidak terlatih
untuk menhadapi masa-masa sulit. Kondisi sebaliknya dirasakan oleh rakyat,
mereka tidak mempunyai lahan garapan karena tanah mereka telah dirampas di saat proses.
6. Penyebab utama tergulingnya Daulah Bani Umayyah adalah karena munculnya keturunan Abbas bin Abdul Muthallib sebagai kekuatan baru yang dianggap sebagai penyelamat bagi masyarakat dari penindasan.
PENUTUP
Dari apa yang sudah
dijabarkan di atas ada beberapa point yang dapat kita jadikan bahan renungan,
yaitu :
1. Muawwiyah
meraih kekuasaan tidak berdasarkan model pemilihan yang diperkenalkan oleh Khulafaurrasyidun. Tetapi lebih memilih
sistem yang diterapkan Romawi dan Persia karena lebih menguntungan.
2. Pemilihan
Damaskus sebagai pusat pemerintahan merupakan sesuatu yang tepat, kerana selain
jalur ekonomi, penguasaan Bulan Sabit
Subur bisa menciptakan keaman wilayah dari serangan Romawi Bizantium.
3. Semasa
Daulah Bani Umayyah wilayah kekuasaan Islam meliputi Spanyol, Afrika Utara,
Syria, Palestina, Jazirah Arab, Iraq, Sebagian Asia Keci, Pakistan, Turkimenistan,
Uzbekistan dan Kirgistan.
4. Selain wilayah yang luas Daulah Bani Umayyah juga berjasa dalam membangun dan mengembangkan umat Islam, baik di bidang ekonomi, sosial dan budaya sebagai sebuah khasanah kebudyaan Islam
[1]Ibnu Katsir, Tartib wa Tahdzib Kitab Bidayah Wan Nihayah,
Terj. Abu Ihsan Al Atsari, Bidayah Wan
Nihayah (Jakarta : Pustaka Darul Haq, 2007) hal 491
[2] Siti Maryam dkk
(ed) Sejarah Peradaban Islam Dari Masa
Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta : LESFI, 2009) hal 68
[3]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hal 43
[4]Hamka, Sejarah Umat Islam II, (Jakarta
:Bulan
Bintang, 1981) hal 78
[5]Imam As Sututhi, Tarikh Al Khulafa,
Terj. Fachri. Tarikh Al Khulafah
(Bandung : Hikmah, 2010) hal 249
[6]David Nicolle, Historical Atlas Of The Islamic World,
Terj. Rosida, Jejak Sejarah Islam, (Jakarta : Alita
Aksara Media, 2009) hal 52
[7]Ehsan Masood, Science And Islam A
History, ( United Kingdom : Icon Books, 2009) hal 11
[8]M Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Perdaban Islam, (Yogyakarta
: Pustaka Book Publisher, 2009) hal. 199
[9]Michael G Morony, The History of
At Thabari Vol XVIII (New York : University Of New York, 1987) hal 102
[10]Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : UI Press,
1985) hal 61
[11]John L Esposito, The Oxford
History Of Islam (New York : Oxford University Press, 1999) hal 16
[12]Olivia Remie Constable, Medieval
Iberia, (USA : University Of Pennsilvania Press, 1997) hal 33
[13]Janina M Safran. Defining
Boudaries In Andalusia, (USA : Cornell University Press, 2013) hal 1
[14]Badri Yatim, Sejarah..... hal 47
[15]Safwak Sa’ddallah Al Mukhtar,Anisul
Mu’minin, Terj Salim Basarahil, Hiburan
Orang Mu’min (Jakarta : Gema
Insani Press, 1992) hal 86
[16]Herry Muhammad, 44 Teladan
Kepemimpinan Muhammad dkk (Jakarta : Gema
Insani Press, t.t) hal 17
[17]Philip K Hitti, History Of Arbas,
Terj. R Cecep Luqmah Dan Dedi Slamed Riyadi (Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta, 2006) hal 270-271
[18]M Abdul Karim, Sejarah…..119
[19]Ira M Lapidus, A History Of
Islamic Societies, (United Kindom : Cambrige University
Press 2002) hal 50
[20]Saul S Friedman, A History Of The Middle East (USA : Mc Farland And
Company Publisher, 2006) hal 147
[21] Michael G Morony, The History of
At Thabari Vol XVIII (New York : University Of New York, 1987) hal 102
Post a Comment for "DAULAH BANI UMAYYAH"