Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Skala Pengukuran

 Latar Belakang Masalah

Pengukuran dipandang sebagai sesuatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan.[1] Kegiatan ini bersanding banding dengan kegiatan penilaian, dan tergabung dalam proses evaluasi. Dibandingkan mempunyai makna bahwa pengukuran di satu sisi mempunyai perbedaan dengan penilaian. Sedangkan disanding berarti keduanya mempunyai peran yang sama dan tidak bisa lepas antara satu sama lain dalam dunia pendidikan. Keduanya mempunyai peran penting dalam sistem evaluasi pendidikan yang selalu diterapkan di lembaga pendidikan.

Dalam dunia pendidikan kita mengenal adanya pengukuran ranah kognisi (pengetahuan) dan ranah afektif (sikap). Ranah kognisi biasanya diukur dengan tes dengan segala bentuknya. Sedangkan ranah sikap yang selanjutnya berkaitan erat dengan atribut psikologi menggunakan skala tersendiri dalam proses pengukuran. Pengukuran ranah kognisi lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengukuran ranah afektif. Pengukuran ranah kognisi dapat dilakukan beberapa menit setelah sebuah materi disampaikan kepada siswa. Sedangkan sikap, persepsi, motivasi dan atribut psikologi lainya, tidak bisa diukur dalam rentang waktu yang singkat karena perubahan atribut psikologi dalam diri siswa memerlukan waktu yang lama.

Proses pengukuran atribut psikologi biasanya tidak menggunakan tes, tetapi menggunakan skala khusus yang dikembangkan oleh para ahli. Antara satu skala dengan skala lain mempunyai perbedaan dan persamaan. Setiap skala pengukuran atribut psikologi tentunya mempunyai kekurangan dan tidak cocok untuk diterapkan untuk setiap atribut psikologi. Kita selaku guru atau peneliti harus betul-betul memahami hal ini. Oleh karena itu kita harus memilih skala yang tepat untuk mengukur atribut psikologi supaya hasil penelitian yang kita dapatkan sesuai dengan yang kita harapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain faktor skala, kita juga harus memperhatikan  proses penyusunan aitemnya harus cermat, sistematis dan terarah.

Pengertian Skala Pengukuran

Pengukuran adalah merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan dan formulasi yang jelas.[2] Skala adalah penempatan angka dalam satu garis lurus untuk memudahkan perbandingan.[3] Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam penelitian akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran ini, maka variabel yang akan diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Dalam pemahaman lain skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan (mengubah dalam bentuk angka) data pengukuran dari suatu variabel.[4]

Walaupun dalam pemahaman umum istilah skala disamakan dengan istilah tes namun dalam pengembangan instrumen ukur umumnya istilah tes lebih banyak dipergunakan untuk menyebut alat ukur kemampuan kognisi. Sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur atribut non-kognisi seperti: minat, motivasi, intelegensi, bakat, kemampuan bahasa dan lainya. Minat, motivasi dan lainya termasuk ke dalam atribut psikologi; dengan kata lain skala sering dipakai untuk mengukur atribut psikologi.

Dalam penyusunan dan pengembangan skala psikologi prosedur analisis dan seleksi item merupakan salah satu hal pokok yang perlu mendapat perhatian . hal ini menjadi sangat penting karena kualitas skala psikologi sangat ditentukan oleh kualitas aitem-item di dalamnya. Penulisan item dilakukan dengan berpedoman pada blue-print skala bimbing oleh kaidah-kaidah penulisan aitem yang berlaku bagi setiap jenis dan format instrumen yang sedang disusun. Hanya item-item yang ditulis dengan mengikuti blueprint dan bimbingan kaidah penulisan yang benar sajalah yang akan berfungsi sebagaimana seharusnya dan dapat mendukung validitas skala secara keseluruhan. Dibandingkan pengukuran atribut fisik, pengukuran atribut – atribut psikologi jauh lebih sukar dan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan tingkat validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang sangat tinggi.

Berkaitan dengan masalah ini Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa pengukuran ranah afektif tidak semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat dalam artian pengukur formal karena perubahan tingkah laku siswa tidak terjadi dalam waktu relatif singkat. Perubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga perubahan aspek-aspek psikologis lainya seperti minat, penghargaan serta nilai-nilai.[5]

Skala pengukuran mempunyai peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Kalau tidak ada skala pengukuran maka diibaratkan seperti orang yang akan mengukur luas tanah namun tidak membawa alat ukur standar. Maka hal itu akan mustahil terjadi dan walaupun dipaksakan maka akan melahirkan hasil yang tidak memuaskan. Karena skala pengukuran sangat penting dalam dunia pendidikan maka kita harus memperhatikan dengan seksama skala pengukuran apa yang paling cocok bila kita ingin mengukur sesuatu.

Kesahihan skala pengukuran ini dapat dilihat dari konstruk skala itu, yaitu mengukur sesuai dengan yang direncanakan. Menurut teori pengukuran, substansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa, kerapian tulisan tidak diskor bila yang ingin diukur kemampuan tertentu. Konstruksi skala pengukuran harus dapat diuji pada aspek materi, teknik penulisan soal dan bahasa yang digunakan. Teman sejawat merupakan penelaah terbaik untuk memberikan masukan tentang kualitas alat ukur yang digunakan termasuk tes. Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat kesalahan bisa disebabkan oleh ketidak akuratan dalam merancang pernyataan-pernyataan yang ada dalam suatu skala pengukuran. Skala pengukuran yang baik memberi hasil yang konstan bila digunakan berulang-ulang.  

Macam-Macam Skala Pengukuran

1.    Skala Nominal  

Skala nominal adalah pengelompokan atau pengkategorian kejadian, fenomena, objek, individu atau kelompok  ke dalam kelas-kelas atau kategori, sehingga yang masuk dalam satu kelas atau kategori adalah sama dalam hal atribut atau sifatnya.[6] Data dalam skala nominal sifatnya  tidak mempunyai jenjang.[7] Mengklasifikasi objek berdasarkan  kelas atau kategori tersebut hanya merupakan nama untuk membedakan suatu kejadian atau peristiwa dengan kejadian atau peristiwa lain. Perbedaan kelas atau kategori sama sekali tidak menunjukkan adanya tingkatan di mana yang satu lebih rendah dari yang lain atau sebaliknya. Contoh skala nominal adalah pengkategorian jenis kelamin (1 = laki-laki dan 2 = perempuan) angka 1 bukan lebih baik dari angka 2 dan angka 2 dalam pengelompokan ini bukan berarti lebih banyak dari angka 1.[8]

2.    Skala Ordinal

Skala ordinal merupakan hasil pengelompokan data dalam bentuk urutan rangking.[9] Angka yang diberikan terhadap variabel yang diselidiki adalah simbol dari kelompok-kelompok yang terpisah dan berurutan. Salah satu contoh dari pengukuran ordinal adalah rangking individu di dalam kelas berdasarkan hasil tes mereka. Skala ordinal bisa dicontohkan dalam pengkategorian tinggi badan dalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang dan pendek. Skala ordinal ini biasanya diperoleh dari hasil pengukuran terhadap variabel yang mempunyai tingkatan, [10]

3.    Skala Interval

Skala interval menunjukkan tingkatan karakter individu dalam satu variabel. Skala interval ini mendeskripsikan perbedaan jarak antara titik-titik angka tertentu dengan nilai interval yang sama untuk setiap angka karena menggunakan unit pengukuran yang konsisten.[11] Pengukuran interval meliputi penetapan angka pada objek dengan cara tertentu, sehingga perbedaan angka yang sama mewakili perbedaan yang sama pula dalam tingkatan atribut yang diukur. Contoh dari skala interval adalah membagi tinggi badan ke dalam beberapa interval yaitu: 140-149, 150-159, 160-169 dan 170-179

4.    Skala Rasio

Skala rasio adalah skala yang dapat memberi arti perbandingan antara satu sama lain. Misalnya kita ingin membandingkan berat dua benda; benda A beratnya 50 gram dan B beratnya 100 gram. Kita membandingkan kedua berat benda tersebut, di mana benda B dua kali berat benda A.

Dari empat macam skala yang dibicarakan, pada kenyataanya skala interval banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau gejala sosial, sedangkan pengukuran fenomena psikologi lebih banyak menggunakan skala rasio dan skala ordinal.[12] 

Skala Pengukuran Atribut Psikologi

Sebelum membahas skala pengukuran atribut psikologi  atau skala pengukuran, di sini akan diulas secara singkat hal-hal yang berhubungan dengan atribut psikologi yang nantinya mempunyai kaitan erat dengan skala pengukuran. Atribut psikologi yang di maksud di sini antara lain: sikap, minat, nilai dan konsep diri. Mengukur keempat hal ini sama pentingnya dengan menilai ranah kognitif.

a.       Sikap

Sikap merupakan suatu reaksi perasaan terhadap sesuatu, sikap sangat mempengaruhi proses belajar seseorang. Seorang anak yang mempunyai tanggapan positif terhadap belajar maka ia akan mudah untuk mendapatkan pengetahuan itu. sedangkan siswa yang mempunyai tanggapan negatif terhadap proses belajar mengajar maka siswa tersebut akan susah menyerap apa saja yang diajarkan.

b.      Minat,

Minat merupakan suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian dan pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat merupakan karakteristik yang memiliki intensitas tinggi.

c.       Nilai

Nilai merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap jelek.

d.      Konsep diri

Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki.     

Untuk mengukur hal-hal yang disebut di atas maka skala yang kita gunakan dan umumnya digunakan dalam dunia antara lain: Skala Likert, Skala Guttman, Semantik Diferensial, Rating Scale. Namun perlu kita perhatikan bahwa ketika kita ingin menggunakan skala tersebut maka harus memilih skala yang tepat terhadap item yang akan kita. Karena tidak semua skala pengukuran cocok untuk semua item yang kita ukur. Ketepatan memilih skala pengukuran maka akan menghasilkan hasil pengukuran yang akurat 

Dalam penyusunan skala tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

  1. Instrumen harus disusun secara cermat sehingga menunjukkan skala pengukuran yang berkualitas.
  2. Instrumen harus dilakukan sesingkat mungkin sehingga tidak banyak menyita waktu siswa untuk merespon.

c.       Kalimat yang disusun harus sederhana sehingga mudah dipahami oleh siswa selaku responden.

d.      Pertanyaan yang diajukan harus menghindari bias atau prasangka yang bisa mempengaruhi jawaban siswa. Misalnya pertanyaan “Apakah anda sudah mendapat Kartu Tanda Siswa?” lebih elegan dibandingkan dengan pertanyaan “ Apakah anda sudah mendapatkan hak anda sebagai siswa dengan memiliki Kartu Tanda Siswa?.

e.       Alternatif jawaban dari sebuah pertanyaan harus lengkap, misalnya ketika kita bertanya tentang kelas siswa maka kita harus memberikan alternatif kelas I, II dan III; bila respondennya siswa SD/MI maka alternatif jawaban dari I sampai VI.

f.        Pertanyaan yang diajukan tidak boleh menimbulkan rasa curiga terhadap siswa, misalnya: “Apakah ijazah yang anda gunakan untuk masuk SMA anda peroleh dari Program Paket B?”

g.      Urutan pertanyaan yang diajukan harus bersifat sistematis.[13]

Adapun skala yang sering dipakai untuk mengukur atribut psikologi:

1.    Skala Likert.

Skala likert[14] digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.[15] Pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu.[16] Mengukur kesetujuan atau ketidaksetujuan seseorang terhadap serangkaian pernyataan berkaitan dengan keyakinan atau perilaku mengenai suatu objek tertentu.[17] Skala ini mengandung satu set pernyataan sikap dari urutan positif urutan yang negatif.[18]

Kata-kata yang ada dalam skala ini antara lain:

Kategori

Sangat Setuju

Selalu

Sangat Baik

Sangat Positif

Setuju

Sering

Baik

Positif

Ragu-Ragu

Kadang-Kadang

Tidak Baik

Negatif

Tidak Setuju

Jarang

Sangat Tidak Baik

Sangat Negatif

Sangat Tidak Setuju

Tidak Pernah

 

 

 

Untuk kebutuhan kuantitatif maka kita dapat memberi skor untuk tiap jawaban. Misalnya:

1. Skor 5 untuk jawaban        : Sangat Setuju/Selalu/Sangat baik/sangat positif

2. Skor 4 untuk jawaban        : Setuju/sering/baik/positif

3. Skor 3 untuk jawaban        : Ragu-Ragu/kadang-kadang/tidak baik/negatif

4. Skor 2 untuk jawaban        : Tidak Setuju/jarang/sangat tidak baik/sangat negatif

5. Skor 1 untuk jawaban        : Sangat Tidak Setuju/tidak pernah

Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

Contoh Bentuk Checklist

Berilah jawaban pernyataan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia.

 

NO

Pernyataan

JAWABAN

SS

ST

RG

TS

STS

1

 

 

2

Sekolah ini akan memberlakukan denda bagi setiap siswa (i) yang membuang sampah sembarangan

....................................................

 

 

 

 

 

 

            SS        = Sangat Setuju                       diberi skor     5

ST        = Setuju                                   diberi skor     4

RG       = Ragu-Ragu                           diberi skor     3

TS        = Tidak setuju                         diberi skor      2

STS      = Sangat Tidak Setuju             diberi skor     1

            Dengan memberikan angket kepada 100 orang siswa (i) maka kita mendapatkan data sebagai berikut:

            25 siswa menjawab                            SS

            40 siswa menjawab                            ST

            5   siswa menjawab                            RG

            20 siswa menjawab                            TS

            10 siswa menjawab                            STS

Berdasarkan data di atas kita dapat melihat bahwa 65 siswa (40 + 25) atau 65 % menjawab setuju dengan  “Sekolah ini akan memberlakukan denda bagi setiap siswa (i) yang membuang sampah sembarangan”. Data interval tersebut juga dapat dianalisis dengan menghitung rata-rata jawaban berdasarkan skor setiap jawaban dari siswa, yaitu:

Jumlah skor 25 siswa yang menjawab SS     = 25 x 5           =          125

Jumlah skor 40 siswa yang menjawab ST     = 40 x 4           =          160

Jumlah skor 5 siswa yang menjawab RG      = 5   x 3           =            15

Jumlah skor 20 siswa yang menjawab TS     = 20 x 2           =            20

Jumlah skor 10 siswa yang menjawab STS   = 10 x 1           =            10

Jumlah Total                                                                           =          350

 

            Jumlah skor ideal untuk seluruh item = 5 X 100 = 500 (seandainya semua menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian tersebut = 350. Berdasar data di atas maka tingkat persetujuan siswa terhadap “Sekolah ini akan memberlakukan denda bagi setiap siswa (i) yang membuang sampah sembarangan” =  x 100% = 70 % dari yang diharapkan.

Kita menemukan perbedaan persentase antara cara pertama dan kedua cara pertama hanya melihat jumlah siswa yang setuju dibandingkan dengan yang tidak setuju dan kategori SS disamakan dengan ST. Dengan cara kedua dengan melihat skor yang diperoleh.

 

Secara kontinum dapat digambarkan sebagai berikut.

STS

TS

  RG

     ST

SS

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

100

200

300

350

400

500

 

Contoh bentuk pilihan ganda

Berilah salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda, dengan cara memberi tanda lingkaran nomor jawaban yang tersedia.

Kurikulum 2013 akan diterapkan di sekolah kita?

a.       Sangat tidak setuju

b.      Tidak setuju

c.       Ragu-ragu/ netral

d.      Setuju

e.       Sangat setuju.

 

            Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat positif, netral atau negatif, sehingga siswa dapat menjawab secara serius dan konsisten.

            Contoh : Bagaimana pandangan anda bila proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan secara disiplin ?

  1. Saya setuju bila proses pembelajaran dilaksanakan secara disiplin (positif)
  2. Kedisiplinan merupakan bagian terintegrasi dengan pendidikan (netral)
  3. Saya tidak setuju bila proses pembelajaran dilaksanakan secara disiplin (negatif)

Dengan demikian maka siswa cenderung merespon untuk menjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist dapat dihindari. Dengan model ini siswa akan selalu membaca setiap instrumen dan juga jawabannya. Pada bentuk checklist, maka akan didapat keuntungan  berupa: pembuatannya yang ringkas, hemat kertas, mudah mentabulasi data dan secara visual lebih menarik. 

2.    Skala Guttman

Skala Guttman[19] adalah sebuah skala yang di dalamnya terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarchies untuk melihat sikap tertentu seseorang. Ciri utama dari skala ini adalah mengandung pilihan jawaban yang tegas seperti: ya atau tidak, pernah atau  tidak pernah, benar atau salah, positif atau negatif.  Pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju atau tidak setuju. Penelitian dengan menggunakan skala Guttman ini dilakukan jika seseorang ingin mendapatkan jawaban yang tegas mengenai sesuatu.

Contoh:

    1. Bagaimana pendapat anda bila siswa yang terlambat diwajibkan untuk bergotong royong?
      1. Setuju
      2. Tidak Setuju
    2. Bagaimana bila seandainya semua siswa diwajibkan mengikuti gerakan pramuka?
      1. Setuju
      2. Tidak Setuju  

Skala Guttman selain dapat dibuat dalam pilihan ganda juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat dengan skor tertinggi 1 dan terendah 0. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1 dan tidak setuju diberi skor 0. Analisis pada skala ini hampir sama dengan pada skala likert.

Pernyataan tentang realita atau fakta tentang suatu objek maka tidak termasuk skala pengukuran.

Contoh:

  1. Apakah anda seorang siswa yatim piatu?

a.       Ya

b.      Bukan

  1. Apakah anda mempunyai sepeda motor?

a.       Punya

b.      Tidak

3.    Semantic Differential

Skala semantic differential dikembangkan oleh Osgood. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya saja tidak berbentuk pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya”, terletak dibagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala ini digunakan  untuk mengukur sikap/ karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang. Skala Perbedaan Semantik (Semantic Differential) merupakan skala bipolar yang mengukur sikap atau perasaan seseorang mengenai objek tertentu.[20]

Osgood menawarkan beberapa beberapa analisis untuk skalanya yaitu:

a.       Evaluasi (baik-buruk)

b.      Potency (kuat-lemah)

c.       Activity (cepat lambat)

d.      Familiarity[21]

Contoh:

GAYA MENGAJAR GURU DI KELAS

PERNYATAAN POSITIF

SKOR

PERNYATAAN NEGATIF

DISIPLIN

5

4

3

2

1

TIDAK DISIPLIN

BERTANGGUNG JAWAB

5

4

3

2

1

TIDAK BERTANGGUNG JAWAB

INOVATIF

5

4

3

2

1

KAKU

KOMUNIKATIF

5

4

3

2

1

PEMARAH

MULTI METODE

5

4

3

2

1

SATU METODE

           

Siswa akan memberi jawaban, pada rentang jawaban positif sampai negatif hal itu tergantung pada responden yang menilai. Siswa yang menandai angka 5 berarti memberi respon yang sangat positif pada gaya mengajar guru di dalam kelas, yang menandai angka 3 berarti siswa tersebut bersikap netral dan yang menandai angka satu berarti siswa tersebut mempunyai pandangan negatif kepada guru yang mengajar.  Metode perhitungan untuk skala ini tidak jauh berbeda dengan skala sebelumnya. 

 

4.    Rating Scale

Dari ketiga skala pengukuran seperti yang dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating scale data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Rating scale lebih fleksibel tidak terbatas untuk mengukur sikap saja tetapi dapat mengukur hal-hal yang lain. Hal terpenting dalam penyusunan rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap instrumen.

Contoh I :

            Berilah jawaban dengan angka!

            Seberapa baik ruang pustaka di sekolah ini?

            4 = Bila tata ruang sangat baik

            3 = Bila tata ruang cukup baik

            2 = Bila tata ruang kurang baik

            1 = Bila tata ruang sangat tidak baik

 

NO ITEM

PERTANYAAN TENTANG TATA RUANG BELAJAR

INTERVAL JAWABAN

01

Penataan meja murid dan guru

4

3

2

1

02

Pencahayaan alam

4

3

2

1

03

Pencahayaan buatan

4

3

2

1

04

Warna ruangan

4

3

2

1

05

Sirkulasi udara

4

3

2

1

06

Keserasian warna

4

3

2

1

07

Penempatan lemari

4

3

2

1

08

Penempatan gambar

4

3

2

1

09

Kebersihan

4

3

2

1

10

Luas ruangan

4

3

2

1

           

Bila daftar pertanyaan diberikan kepada 30 siswa, maka sebelum proses penganalisaan kita dapat mentabulasi data hasil penelitian sebagai berikut:

JAWABAN 30 SISWA TENTANG TATA RUANG BELAJAR

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

NO

JAWABAN SISWA UNTUK ITEM NOMOR

JUMLAH

RESPONDEN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

01

4

3

3

4

3

2

1

2

3

4

29

02

3

4

4

1

3

4

4

3

2

1

29

03

3

3

3

3

3

2

2

2

3

4

28

04

1

2

3

2

3

3

3

3

2

3

25

05

4

3

3

3

3

3

2

2

2

4

29

06

1

1

1

1

2

2

1

2

2

2

15

07

2

2

2

2

2

2

1

1

2

2

18

08

3

3

3

3

3

3

4

4

4

3

33

09

4

4

4

4

4

4

3

3

3

3

36

10

1

1

1

1

1

1

2

2

2

2

14

11

3

3

3

3

3

2

2

1

1

3

24

12

2

2

2

2

2

1

1

1

1

1

15

13

3

2

2

3

3

3

3

3

3

3

28

14

4

4

4

3

3

3

3

3

3

3

33

15

4

4

4

4

4

4

4

4

3

3

38

16

2

2

2

2

2

2

2

2

2

2

20

17

3

3

2

3

3

3

3

3

2

2

27

18

2

2

2

2

2

3

3

3

3

2

24

19

3

3

3

2

2

3

3

3

3

3

28

20

1

1

2

2

2

3

3

3

3

2

22

21

2

3

3

3

3

3

3

2

2

2

26

22

3

3

3

3

3

3

3

3

2

2

28

23

2

3

4

4

4

4

4

4

4

4

37

24

3

3

3

3

3

3

3

3

3

3

30

25

4

4

4

4

4

3

3

3

3

3

35

26

3

3

2

2

2

2

3

4

4

4

29

27

4

3

4

4

4

4

4

3

4

4

38

28

4

3

3

2

2

2

2

2

4

2

26

29

4

3

3

2

2

2

2

1

4

2

25

30

3

3

2

2

2

3

4

4

4

2

29

JUMLAH

818

 

Skor kriterium = Jumlah Skor Tertinggi x Jumlah Butir Soal x Jumlah Responden

                        = 4 x 10 x 30 =

                        = 1200

Jumlah skor hasil pengumpulan data = 818. Dengan demikian persepsi siswa terhadap kualitas tata ruang yang diteliti adalah   x 100= 68%. Secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut:

 

300

 

 

 

600

 

 

 

900

 

 

 

1200

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

818

 

 

 

 

 

 

 

            Nilai 818 termasuk dalam kategori interval “kurang baik dan cukup baik”, tetapi lebih mendekati cukup baik. 



[1]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan I, (Bandung: Imtima, 2009), hal. 106

[2]Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar (Bandung: Wacana Prima, 2008), hal. 9

[3]Agus Purwoto, Panduan Laboratorium Statistik Inferensial (Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 8.

[4]Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan  (Jakarta: Grasindo, 2008),  hal. 26.

[5]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hal. 177-178 

[6]Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam Bidang..., hal. 25  

[7]Eko Budiarto, Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: EGC, 2001), hal. 6

[8]Sugiarto, Metode Statistika Untuk Bisnis Dan Ekonomi (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 134. 

[9]Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam Bidang..., hal. 26.   

[10]Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi..., hal. 342

[11]Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam Bidang...,hal. 26

[12]Djaali dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam Bidang...,hal. 26 

[13]Arief Furchan, Pengantar Penelitian Dalam..., hal.261-265

[14]Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert (1903-1981); seorang pendidik dan psikolog terkenal di Amerika Serikat. Ia merupakan peneliti terkenal tentang gaya manajemen  

[15]Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2007), hal. 134.

[16]Husein Umar, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 132

[17]Asep Hermawan, Penelitian Bisnis-Paradigma Kuantitatif (Jakarta: Grasindo, 2005), hal. 132

[18]Azizi Yahaya dkk, Menguasai Penyelidikan Dalam Pendidikan; Teori, Analisis dan Interpretasi Data,   

[19]Skala Guttman dikembangkan atau diperkenalkan oleh Luis Guttman (1916-1987), seorang ahli Matematika dan Psikologi. Professor kelahiran New York City ini mengajar di Hebrew University of Jerusalem. 

[20]Asep  Hermawan, Penelitian Bisnis-Paradigma, hal. 132.

[21]Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi..., hal. 181

Post a Comment for "Skala Pengukuran"