Skala Pengukuran
Latar Belakang Masalah
Pengukuran dipandang sebagai sesuatu kegiatan
yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang termasuk bidang
pendidikan.[1]
Kegiatan ini bersanding banding dengan kegiatan penilaian, dan tergabung dalam
proses evaluasi. Dibandingkan mempunyai makna bahwa pengukuran di satu sisi
mempunyai perbedaan dengan penilaian. Sedangkan disanding berarti keduanya
mempunyai peran yang sama dan tidak bisa lepas antara satu sama lain dalam
dunia pendidikan. Keduanya mempunyai peran penting dalam sistem evaluasi
pendidikan yang selalu diterapkan di lembaga
pendidikan.
Dalam dunia pendidikan kita mengenal adanya pengukuran
ranah kognisi (pengetahuan) dan ranah afektif (sikap). Ranah kognisi biasanya
diukur dengan tes dengan segala bentuknya. Sedangkan ranah sikap yang
selanjutnya berkaitan erat dengan atribut psikologi menggunakan skala
tersendiri dalam proses pengukuran.
Pengukuran ranah kognisi lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengukuran
ranah afektif. Pengukuran ranah kognisi dapat dilakukan beberapa menit setelah
sebuah materi disampaikan kepada siswa. Sedangkan sikap, persepsi, motivasi dan
atribut psikologi lainya, tidak bisa diukur dalam rentang waktu yang singkat
karena perubahan atribut psikologi dalam diri siswa memerlukan waktu yang lama.
Proses pengukuran atribut psikologi biasanya tidak menggunakan tes, tetapi menggunakan skala khusus yang dikembangkan oleh para ahli. Antara satu skala dengan skala lain mempunyai perbedaan dan persamaan. Setiap skala pengukuran atribut psikologi tentunya mempunyai kekurangan dan tidak cocok untuk diterapkan untuk setiap atribut psikologi. Kita selaku guru atau peneliti harus betul-betul memahami hal ini. Oleh karena itu kita harus memilih skala yang tepat untuk mengukur atribut psikologi supaya hasil penelitian yang kita dapatkan sesuai dengan yang kita harapkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain faktor skala, kita juga harus memperhatikan proses penyusunan aitemnya harus cermat, sistematis dan terarah.
Pengertian Skala Pengukuran
Pengukuran adalah merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan dan formulasi yang jelas.[2] Skala adalah penempatan angka dalam satu garis lurus untuk memudahkan perbandingan.[3] Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam penelitian akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran ini, maka variabel yang akan diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Dalam pemahaman lain skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan (mengubah dalam bentuk angka) data pengukuran dari suatu variabel.[4]
Walaupun dalam pemahaman umum istilah skala disamakan dengan istilah tes namun dalam pengembangan instrumen ukur umumnya istilah tes lebih banyak dipergunakan untuk menyebut alat ukur kemampuan kognisi. Sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan alat ukur atribut non-kognisi seperti: minat, motivasi, intelegensi, bakat, kemampuan bahasa dan lainya. Minat, motivasi dan lainya termasuk ke dalam atribut psikologi; dengan kata lain skala sering dipakai untuk mengukur atribut psikologi.
Dalam penyusunan dan pengembangan skala psikologi prosedur analisis dan seleksi item merupakan salah satu hal pokok yang perlu mendapat perhatian . hal ini menjadi sangat penting karena kualitas skala psikologi sangat ditentukan oleh kualitas aitem-item di dalamnya. Penulisan item dilakukan dengan berpedoman pada blue-print skala bimbing oleh kaidah-kaidah penulisan aitem yang berlaku bagi setiap jenis dan format instrumen yang sedang disusun. Hanya item-item yang ditulis dengan mengikuti blueprint dan bimbingan kaidah penulisan yang benar sajalah yang akan berfungsi sebagaimana seharusnya dan dapat mendukung validitas skala secara keseluruhan. Dibandingkan pengukuran atribut fisik, pengukuran atribut – atribut psikologi jauh lebih sukar dan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan tingkat validitas, reliabilitas, dan objektivitas yang sangat tinggi.
Berkaitan dengan masalah ini Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa pengukuran ranah afektif tidak semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat dalam artian pengukur formal karena perubahan tingkah laku siswa tidak terjadi dalam waktu relatif singkat. Perubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga perubahan aspek-aspek psikologis lainya seperti minat, penghargaan serta nilai-nilai.[5]
Skala pengukuran mempunyai peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Kalau tidak ada skala pengukuran maka diibaratkan seperti orang yang akan mengukur luas tanah namun tidak membawa alat ukur standar. Maka hal itu akan mustahil terjadi dan walaupun dipaksakan maka akan melahirkan hasil yang tidak memuaskan. Karena skala pengukuran sangat penting dalam dunia pendidikan maka kita harus memperhatikan dengan seksama skala pengukuran apa yang paling cocok bila kita ingin mengukur sesuatu.
Kesahihan skala pengukuran ini dapat dilihat dari konstruk skala itu, yaitu mengukur sesuai dengan yang direncanakan. Menurut teori pengukuran, substansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa, kerapian tulisan tidak diskor bila yang ingin diukur kemampuan tertentu. Konstruksi skala pengukuran harus dapat diuji pada aspek materi, teknik penulisan soal dan bahasa yang digunakan. Teman sejawat merupakan penelaah terbaik untuk memberikan masukan tentang kualitas alat ukur yang digunakan termasuk tes. Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat kesalahan bisa disebabkan oleh ketidak akuratan dalam merancang pernyataan-pernyataan yang ada dalam suatu skala pengukuran. Skala pengukuran yang baik memberi hasil yang konstan bila digunakan berulang-ulang.
Macam-Macam Skala Pengukuran
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah pengelompokan atau pengkategorian kejadian, fenomena, objek, individu atau kelompok ke dalam kelas-kelas atau kategori, sehingga yang masuk dalam satu kelas atau kategori adalah sama dalam hal atribut atau sifatnya.[6] Data dalam skala nominal sifatnya tidak mempunyai jenjang.[7] Mengklasifikasi objek berdasarkan kelas atau kategori tersebut hanya merupakan nama untuk membedakan suatu kejadian atau peristiwa dengan kejadian atau peristiwa lain. Perbedaan kelas atau kategori sama sekali tidak menunjukkan adanya tingkatan di mana yang satu lebih rendah dari yang lain atau sebaliknya. Contoh skala nominal adalah pengkategorian jenis kelamin (1 = laki-laki dan 2 = perempuan) angka 1 bukan lebih baik dari angka 2 dan angka 2 dalam pengelompokan ini bukan berarti lebih banyak dari angka 1.[8]
2. Skala Ordinal
Skala ordinal merupakan hasil pengelompokan data dalam bentuk urutan rangking.[9] Angka yang diberikan terhadap variabel yang diselidiki adalah simbol dari kelompok-kelompok yang terpisah dan berurutan. Salah satu contoh dari pengukuran ordinal adalah rangking individu di dalam kelas berdasarkan hasil tes mereka. Skala ordinal bisa dicontohkan dalam pengkategorian tinggi badan dalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang dan pendek. Skala ordinal ini biasanya diperoleh dari hasil pengukuran terhadap variabel yang mempunyai tingkatan, [10]
3. Skala Interval
Skala interval menunjukkan tingkatan karakter individu dalam satu variabel. Skala interval ini mendeskripsikan perbedaan jarak antara titik-titik angka tertentu dengan nilai interval yang sama untuk setiap angka karena menggunakan unit pengukuran yang konsisten.[11] Pengukuran interval meliputi penetapan angka pada objek dengan cara tertentu, sehingga perbedaan angka yang sama mewakili perbedaan yang sama pula dalam tingkatan atribut yang diukur. Contoh dari skala interval adalah membagi tinggi badan ke dalam beberapa interval yaitu: 140-149, 150-159, 160-169 dan 170-179
4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala yang dapat memberi arti perbandingan antara satu sama lain. Misalnya kita ingin membandingkan berat dua benda; benda A beratnya 50 gram dan B beratnya 100 gram. Kita membandingkan kedua berat benda tersebut, di mana benda B dua kali berat benda A.
Dari empat macam skala yang dibicarakan, pada kenyataanya skala interval banyak digunakan untuk mengukur fenomena atau gejala sosial, sedangkan pengukuran fenomena psikologi lebih banyak menggunakan skala rasio dan skala ordinal.[12]
Skala Pengukuran Atribut Psikologi
Sebelum membahas skala pengukuran atribut psikologi atau skala pengukuran, di sini akan diulas secara singkat hal-hal yang berhubungan dengan atribut psikologi yang nantinya mempunyai kaitan erat dengan skala pengukuran. Atribut psikologi yang di maksud di sini antara lain: sikap, minat, nilai dan konsep diri. Mengukur keempat hal ini sama pentingnya dengan menilai ranah kognitif.
a.
Sikap
Sikap merupakan suatu
reaksi perasaan terhadap sesuatu, sikap sangat mempengaruhi proses belajar
seseorang. Seorang anak yang mempunyai tanggapan positif terhadap belajar maka
ia akan mudah untuk mendapatkan pengetahuan itu. sedangkan siswa yang mempunyai
tanggapan negatif terhadap proses belajar mengajar maka siswa tersebut akan
susah menyerap apa saja yang diajarkan.
b.
Minat,
Minat merupakan suatu
disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan
perhatian dan pencapaian. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara
umum minat merupakan karakteristik yang memiliki intensitas tinggi.
c.
Nilai
Nilai merupakan suatu
keyakinan yang dalam tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap
jelek.
d.
Konsep diri
Konsep diri adalah
evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang
dimiliki.
Untuk
mengukur hal-hal yang disebut di atas maka skala yang kita gunakan dan umumnya
digunakan dalam dunia antara lain: Skala Likert, Skala Guttman, Semantik
Diferensial, Rating Scale. Namun perlu kita perhatikan bahwa ketika kita ingin
menggunakan skala tersebut maka harus memilih skala yang tepat terhadap item
yang akan kita. Karena tidak semua skala pengukuran cocok untuk semua item yang
kita ukur. Ketepatan memilih skala pengukuran maka akan menghasilkan hasil
pengukuran yang akurat
Dalam
penyusunan skala tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Instrumen harus disusun secara cermat sehingga
menunjukkan skala pengukuran yang berkualitas.
- Instrumen harus dilakukan sesingkat mungkin sehingga
tidak banyak menyita waktu siswa untuk merespon.
c.
Kalimat yang disusun
harus sederhana sehingga mudah dipahami oleh siswa selaku responden.
d.
Pertanyaan yang diajukan
harus menghindari bias atau prasangka yang bisa mempengaruhi jawaban siswa.
Misalnya pertanyaan “Apakah anda sudah mendapat Kartu Tanda Siswa?” lebih
elegan dibandingkan dengan pertanyaan “ Apakah anda sudah mendapatkan hak anda
sebagai siswa dengan memiliki
Kartu Tanda Siswa?.
e.
Alternatif jawaban dari
sebuah pertanyaan harus lengkap, misalnya ketika kita bertanya tentang kelas
siswa maka kita harus memberikan alternatif kelas I, II dan III; bila respondennya siswa SD/MI maka
alternatif jawaban dari I sampai VI.
f.
Pertanyaan yang diajukan
tidak boleh menimbulkan rasa curiga terhadap siswa, misalnya: “Apakah ijazah
yang anda gunakan untuk masuk SMA anda peroleh dari Program Paket B?”
g.
Urutan pertanyaan yang
diajukan harus bersifat sistematis.[13]
Adapun skala yang sering dipakai untuk mengukur atribut
psikologi:
1. Skala Likert.
Skala likert[14]
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial.[15]
Pernyataan tentang sikap seseorang
terhadap sesuatu.[16] Mengukur
kesetujuan atau ketidaksetujuan seseorang terhadap serangkaian pernyataan
berkaitan dengan keyakinan atau perilaku mengenai suatu objek tertentu.[17] Skala ini mengandung satu set pernyataan sikap dari urutan
positif urutan yang negatif.[18]
Kata-kata yang ada dalam skala ini antara lain:
Kategori |
|||
Sangat Setuju |
Selalu |
Sangat Baik |
Sangat Positif |
Setuju |
Sering |
Baik |
Positif |
Ragu-Ragu |
Kadang-Kadang |
Tidak Baik |
Negatif |
Tidak Setuju |
Jarang |
Sangat Tidak Baik |
Sangat Negatif |
Sangat Tidak Setuju |
Tidak Pernah |
|
|
Untuk
kebutuhan kuantitatif maka kita dapat memberi skor untuk tiap jawaban.
Misalnya:
1. Skor 5 untuk jawaban : Sangat Setuju/Selalu/Sangat
baik/sangat positif
2. Skor 4 untuk jawaban : Setuju/sering/baik/positif
3. Skor 3 untuk jawaban : Ragu-Ragu/kadang-kadang/tidak
baik/negatif
4. Skor 2 untuk jawaban : Tidak Setuju/jarang/sangat tidak
baik/sangat negatif
5. Skor 1 untuk jawaban : Sangat Tidak Setuju/tidak pernah
Instrumen
penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.
Contoh Bentuk Checklist
NO |
Pernyataan |
JAWABAN |
||||
SS |
ST |
RG |
TS |
STS |
||
1 2 |
Sekolah ini akan memberlakukan denda bagi setiap siswa (i)
yang membuang sampah sembarangan .................................................... |
|
|
|
|
|
SS = Sangat
Setuju
diberi skor 5
ST
=
Setuju
diberi skor 4
RG
=
Ragu-Ragu
diberi skor 3
TS
= Tidak
setuju
diberi skor 2
STS =
Sangat Tidak
Setuju diberi
skor 1
Dengan
memberikan angket kepada 100 orang siswa (i) maka kita mendapatkan data sebagai
berikut:
25
siswa menjawab SS
40
siswa menjawab ST
5 siswa menjawab RG
20
siswa menjawab TS
10
siswa menjawab STS
Berdasarkan
data di atas kita dapat melihat bahwa 65 siswa (40 + 25) atau 65 % menjawab
setuju dengan “Sekolah ini akan
memberlakukan denda bagi setiap siswa (i) yang membuang sampah sembarangan”.
Data interval tersebut juga dapat dianalisis dengan menghitung rata-rata
jawaban berdasarkan skor setiap jawaban dari siswa, yaitu:
Jumlah skor 25 siswa yang menjawab SS = 25 x 5 = 125
Jumlah skor 40 siswa yang menjawab ST = 40 x 4 = 160
Jumlah skor 5 siswa yang menjawab RG = 5 x 3 =
15
Jumlah skor 20 siswa yang menjawab TS = 20 x 2 = 20
Jumlah skor 10 siswa yang menjawab STS = 10 x 1 =
10
Jumlah Total =
350
Jumlah
skor ideal untuk seluruh item = 5 X 100 = 500 (seandainya semua menjawab SS).
Jumlah skor yang diperoleh dari penelitian tersebut = 350. Berdasar data di
atas maka tingkat persetujuan siswa terhadap “Sekolah ini akan memberlakukan
denda bagi setiap siswa (i) yang membuang sampah sembarangan” = x 100% = 70 % dari yang diharapkan.
Kita
menemukan perbedaan persentase antara cara pertama dan kedua cara pertama hanya
melihat jumlah siswa yang setuju dibandingkan dengan yang tidak setuju dan
kategori SS disamakan dengan ST. Dengan cara kedua dengan melihat skor yang
diperoleh.
Secara kontinum dapat digambarkan sebagai
berikut.
STS |
TS |
RG |
ST |
SS |
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
100 |
200 |
300 |
350 |
400 |
500 |
Contoh bentuk pilihan ganda
Berilah
salah satu jawaban terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat anda,
dengan cara memberi tanda lingkaran nomor jawaban yang tersedia.
Kurikulum
2013 akan diterapkan di sekolah kita?
a.
Sangat tidak setuju
b.
Tidak setuju
c.
Ragu-ragu/ netral
d.
Setuju
e.
Sangat setuju.
Dalam
penyusunan instrumen untuk variabel tertentu, sebaiknya butir-butir pertanyaan
dibuat dalam bentuk kalimat positif, netral atau negatif, sehingga siswa dapat
menjawab secara serius dan konsisten.
Contoh
: Bagaimana pandangan anda bila proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan
secara disiplin ?
- Saya setuju bila
proses pembelajaran dilaksanakan secara disiplin (positif)
- Kedisiplinan merupakan
bagian terintegrasi dengan pendidikan (netral)
- Saya
tidak setuju bila proses pembelajaran dilaksanakan secara disiplin
(negatif)
Dengan demikian maka siswa
cenderung merespon untuk menjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist dapat dihindari. Dengan model
ini siswa akan selalu membaca setiap instrumen dan juga jawabannya. Pada bentuk
checklist, maka akan didapat
keuntungan berupa: pembuatannya yang
ringkas, hemat kertas, mudah mentabulasi data dan secara visual lebih
menarik.
2. Skala Guttman
Skala
Guttman[19]
adalah sebuah skala yang di dalamnya terdapat beberapa pertanyaan yang
diurutkan secara hierarchies untuk
melihat sikap tertentu seseorang. Ciri utama dari skala ini adalah mengandung
pilihan jawaban yang tegas seperti: ya atau tidak, pernah atau tidak pernah, benar atau salah, positif atau
negatif. Pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju atau tidak
setuju. Penelitian dengan menggunakan skala Guttman ini dilakukan jika
seseorang ingin mendapatkan jawaban yang tegas mengenai sesuatu.
Contoh:
- Bagaimana pendapat anda bila siswa yang terlambat
diwajibkan untuk bergotong royong?
- Setuju
- Tidak Setuju
- Bagaimana bila seandainya semua siswa diwajibkan
mengikuti gerakan pramuka?
- Setuju
- Tidak Setuju
Skala Guttman selain dapat dibuat dalam pilihan ganda juga
dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat dengan
skor tertinggi 1 dan terendah 0. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor 1
dan tidak setuju diberi skor 0. Analisis pada skala ini hampir sama dengan pada
skala likert.
Pernyataan tentang realita
atau fakta tentang suatu objek maka tidak termasuk skala pengukuran.
Contoh:
- Apakah anda seorang
siswa yatim piatu?
a.
Ya
b.
Bukan
- Apakah anda mempunyai
sepeda motor?
a.
Punya
b.
Tidak
3. Semantic Differential
Skala semantic differential dikembangkan oleh Osgood. Skala
ini digunakan untuk mengukur sikap, hanya saja tidak berbentuk pilihan ganda
maupun checklist, tetapi tersusun
dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya”, terletak dibagian
kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak di bagian kiri garis
atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan biasanya skala
ini digunakan untuk mengukur
sikap/ karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang. Skala Perbedaan Semantik
(Semantic Differential) merupakan skala bipolar yang mengukur sikap atau
perasaan seseorang mengenai objek tertentu.[20]
Osgood
menawarkan beberapa beberapa analisis untuk skalanya yaitu:
a.
Evaluasi (baik-buruk)
b.
Potency (kuat-lemah)
c.
Activity (cepat lambat)
d.
Familiarity[21]
Contoh:
GAYA MENGAJAR GURU DI KELAS |
|||||||
PERNYATAAN POSITIF |
SKOR |
PERNYATAAN NEGATIF |
|||||
DISIPLIN |
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
TIDAK DISIPLIN |
|
BERTANGGUNG JAWAB |
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
TIDAK BERTANGGUNG
JAWAB |
|
INOVATIF |
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
KAKU |
|
KOMUNIKATIF |
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
PEMARAH |
|
MULTI METODE |
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
SATU METODE |
Siswa akan
memberi jawaban, pada rentang jawaban positif sampai negatif hal itu tergantung
pada responden yang menilai. Siswa yang menandai angka 5 berarti memberi respon
yang sangat positif pada gaya mengajar guru di dalam kelas, yang menandai angka
3 berarti siswa tersebut bersikap netral dan yang menandai angka satu berarti
siswa tersebut mempunyai pandangan negatif kepada guru yang mengajar. Metode perhitungan untuk skala ini tidak jauh
berbeda dengan skala sebelumnya.
4. Rating Scale
Dari ketiga
skala pengukuran seperti yang dikemukakan, data yang diperoleh semuanya adalah
data kualitatif yang kemudian dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating scale data mentah yang diperoleh
berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Rating scale lebih fleksibel tidak
terbatas untuk mengukur sikap saja tetapi dapat mengukur hal-hal yang lain. Hal
terpenting dalam penyusunan rating scale
adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif
jawaban pada setiap instrumen.
Contoh I :
Berilah
jawaban dengan angka!
Seberapa
baik ruang pustaka di sekolah ini?
4
= Bila tata ruang sangat baik
3
= Bila tata ruang cukup baik
2
= Bila tata ruang kurang baik
1
= Bila tata ruang sangat tidak baik
NO
ITEM |
PERTANYAAN
TENTANG TATA RUANG BELAJAR |
INTERVAL JAWABAN |
||||
01 |
Penataan meja murid dan guru |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
02 |
Pencahayaan alam |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
03 |
Pencahayaan buatan |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
04 |
Warna ruangan |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
05 |
Sirkulasi udara |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
06 |
Keserasian warna |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
07 |
Penempatan lemari |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
08 |
Penempatan gambar |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
09 |
Kebersihan |
4 |
3 |
2 |
1 |
|
10 |
Luas ruangan |
4 |
3 |
2 |
1 |
Bila daftar
pertanyaan diberikan kepada 30 siswa, maka sebelum proses penganalisaan kita
dapat mentabulasi data hasil penelitian sebagai berikut:
JAWABAN 30
SISWA TENTANG TATA RUANG BELAJAR |
||||||||||||||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
NO |
JAWABAN SISWA
UNTUK ITEM NOMOR |
JUMLAH |
||||||||||||||||
RESPONDEN |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
||||||||
01 |
4 |
3 |
3 |
4 |
3 |
2 |
1 |
2 |
3 |
4 |
29 |
|||||||
02 |
3 |
4 |
4 |
1 |
3 |
4 |
4 |
3 |
2 |
1 |
29 |
|||||||
03 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
3 |
4 |
28 |
|||||||
04 |
1 |
2 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
3 |
25 |
|||||||
05 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
4 |
29 |
|||||||
06 |
1 |
1 |
1 |
1 |
2 |
2 |
1 |
2 |
2 |
2 |
15 |
|||||||
07 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
1 |
1 |
2 |
2 |
18 |
|||||||
08 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
4 |
4 |
4 |
3 |
33 |
|||||||
09 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
36 |
|||||||
10 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
2 |
2 |
2 |
2 |
14 |
|||||||
11 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
1 |
1 |
3 |
24 |
|||||||
12 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
1 |
1 |
1 |
1 |
1 |
15 |
|||||||
13 |
3 |
2 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
28 |
|||||||
14 |
4 |
4 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
33 |
|||||||
15 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
3 |
3 |
38 |
|||||||
16 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
20 |
|||||||
17 |
3 |
3 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
27 |
|||||||
18 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
24 |
|||||||
19 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
28 |
|||||||
20 |
1 |
1 |
2 |
2 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
22 |
|||||||
21 |
2 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
26 |
|||||||
22 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
2 |
2 |
28 |
|||||||
23 |
2 |
3 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
37 |
|||||||
24 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
30 |
|||||||
25 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
3 |
35 |
|||||||
26 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
2 |
3 |
4 |
4 |
4 |
29 |
|||||||
27 |
4 |
3 |
4 |
4 |
4 |
4 |
4 |
3 |
4 |
4 |
38 |
|||||||
28 |
4 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
2 |
2 |
4 |
2 |
26 |
|||||||
29 |
4 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
2 |
1 |
4 |
2 |
25 |
|||||||
30 |
3 |
3 |
2 |
2 |
2 |
3 |
4 |
4 |
4 |
2 |
29 |
|||||||
JUMLAH |
818 |
|||||||||||||||||
Skor kriterium = Jumlah Skor Tertinggi x Jumlah Butir Soal x
Jumlah Responden
=
4 x 10 x 30 =
=
1200
Jumlah
skor hasil pengumpulan data = 818. Dengan demikian persepsi siswa terhadap
kualitas tata ruang yang diteliti adalah
x 100= 68%. Secara kontinum dapat dibuat
kategori sebagai
berikut:
300 |
|
|
|
600 |
|
|
|
900 |
|
|
|
1200 |
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
818 |
|
|
|
|
|
|
|
Nilai 818 termasuk dalam
kategori interval “kurang baik dan cukup baik”, tetapi lebih mendekati cukup
baik.
[1]Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu
dan Aplikasi Pendidikan I, (Bandung: Imtima, 2009), hal. 106
[2]Harun
Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil
Belajar (Bandung: Wacana Prima, 2008), hal. 9
[3]Agus
Purwoto, Panduan Laboratorium Statistik
Inferensial (Jakarta: Grasindo, 2007), hal. 8.
[4]Djaali
dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam
Bidang Pendidikan (Jakarta:
Grasindo, 2008), hal. 26.
[5]Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2002), hal. 177-178
[6]Djaali
dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam
Bidang..., hal. 25
[7]Eko
Budiarto, Biostatistika Untuk Kedokteran
Dan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: EGC, 2001), hal. 6
[8]Sugiarto,
Metode Statistika Untuk Bisnis Dan
Ekonomi (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 134.
[9]Djaali
dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam
Bidang..., hal. 26.
[10]Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu
dan Aplikasi..., hal. 342
[11]Djaali
dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam
Bidang...,hal. 26
[12]Djaali
dan Pudji Muljono, Pengukuran Dalam
Bidang...,hal. 26
[13]Arief
Furchan, Pengantar Penelitian Dalam...,
hal.261-265
[14]Skala
Likert dikembangkan oleh Rensis Likert (1903-1981); seorang pendidik dan
psikolog terkenal di Amerika Serikat. Ia merupakan peneliti terkenal tentang gaya
manajemen
[15]Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2007), hal. 134.
[16]Husein
Umar, Riset Sumber Daya Manusia Dalam
Organisasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998), hal. 132
[17]Asep
Hermawan, Penelitian Bisnis-Paradigma
Kuantitatif (Jakarta: Grasindo, 2005), hal. 132
[18]Azizi
Yahaya dkk, Menguasai Penyelidikan Dalam Pendidikan; Teori, Analisis dan
Interpretasi Data,
[19]Skala
Guttman dikembangkan atau diperkenalkan oleh Luis Guttman (1916-1987), seorang
ahli Matematika dan Psikologi. Professor kelahiran New York City ini mengajar
di Hebrew University of Jerusalem.
[20]Asep Hermawan, Penelitian
Bisnis-Paradigma, hal. 132.
[21]Suharsimi
Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi...,
hal. 181
Post a Comment for "Skala Pengukuran"