Ismail Raji Al-Faruqi: Pembaharuan Pendidikan Islam
Ismail Raji Al-Faruqi: Pembaharuan Pendidikan Islam
Ismail Raji Al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921 dari sebuah keluarga terkenal. Ia menerima pendidikan dasar dari ayahnya dan guru di halaqah masjid. Ia memasuki sekolah French Dominic College des Freres dan menerima ijazah diploma pada tahun 1936. Setahun kemudian ia diterima di jurusan ilmu dan seni pada universitas Amerika di Beirut, di mana ia menyempurnakan pendidikan.[1] Setelah menyelesaikan pendidikan ia menjadi pegawai pemerintahan. Ia pernah menjabat sebagai gubernur di salah satu wilayah Palestina. Kondisi politik yang tidak stabil menakdirkan Al-Faruqi menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang merangkak dalam gelombang migrasi menuju Amerika Serikat. Di negara Amerika ia melanjutkan pendidikan pada beberapa lembaga pendidikan tinggi seperti Universitas Indiana, Harvard, dan McGill. Ia memainkan peran penting dalam mempromosikan dan mengembangkan program studi Islam di universitas yang ada di Amerika.[2]
Interaksi antara Al-Faruqi dengan pendidikan barat mengubah cara pandangnya terhadap Islam. Hal ini menjadi ispirasi baginya untuk melakukan perjalanan menuntut ilmu ke Timur Tengah dan menjadi mahasiswa Universitas Al-Azhar. Pada saat itu tokoh-tokoh penting di Al-Azhar dipengaruhi oleh ide-ide reformasi dan mereka mendominasi ruang publik di dunia Islam. Secara sistemik kondisi ini ikut mempengaruhi kehidupan akademik Unversitas Al-Azhar. Hal ini menggugah jiwa Al-Faruqi untuk mempertanyakan kembali epistemologi dan posisinya dalam kancah percaturan intelektual.[3]
Al-Faruqi diundang oleh Professor Cantwell Smith dan kemudian bergabung dengan Fakultas Teologi McGill University, Montreal. Ia mulai menelaah teks-teks yang berhubungan dengan Yahudi dan Kristiani serta mengkaji kembali kepercayaan masyarakat Mesopotmia. Faruqi membahas kembali kehidupan masyarakat Mesopotamia dalam tulisan-tulisannya sebagai dasar mempelajari kepercayaan Yahudi - Kristen. Hal ini memainkan peran penting dalam mendefinisikan norma-norma sosial dan budaya yang mereka anut, yang berakibat tergantikan posisi mereka oleh kekuatan Islam.[4]
Interaksi Al-Faruqi dengan berbagai tradisi intelektual menimbulkan keprihatinannya terhadap semangat keilmuan di dunia Islam. Umat Islam mundur dan terbelakang dibandingkan dengan masyarakat lain. ia percaya bahwa perang salib, kolonialisme-neokolonialisme bangsa Eropa, zionisme, dan bayang negara adidaya, adalah pengaruh yang tumbuh dari sikap dan kebijakan barat di dunia Islam dewasa ini. Westernisasi masyarakat muslim dimulai pada masa penjajahan mendera negara dan masyarakat. Westernisasi ini terus berlanjut dan di sebagian tempat “virus barat yang tercela ini’ didukung oleh kaki tangan penjajah dari golongan pribumi. Fanatisme terhadap suatu golongan ditebarkan dengan tujuan melemahkan ummat Islam.[5]Al-Faruqi menganggap bahwa umat Islam telah menjauhkan diri dari aktivitas penalaran ilmiah dan mencari ilmu. Hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa pembelajaran dengan sistem modern adalah hal tabu dan asing. Pengetahuan modern harus bingkai dengan nilai-nilai Islam, disesuikan dengan metode yang berlaku di dunia Islam.[6] Setiap peserta didik harus mempelajari peradaban Islam dan islamisasi pengetahuan modern.[7]
Kemunduran kegiatan intelektual dan lemahnya metodelogi di tengah-tengah masyarakat muslim merupakan inti dari malaise (masalah). Sistem pendidikan yang tidak tepat adalah tempat munculnya berbagai persoalan ummah. Lembaga pendidikan merupakan tempat bangkit dan munculnya pemisah seseorang dari warisan dan corak Islam, maupun Islam itu sendiri. Sebuah laboratorium di mana pemuda muslim digodok, ditempa dan kesadaran mereka dibentuk menjadi karikatur Barat. Di sini hubungan umat Islam dengan masa lalu akan terputus dan rasa ingin tahu dalam diri seseorang terhadap warisan terdahulu akan terhalang. Di sini keinginan untuk menyentuh warisan dan usaha memunculkan kreatifitas bercirikan Islam menjadi tumpul karena keraguan dan penyimpangan sistem pendidikan yang telah disuntikkan ke setiap alam bawah sadar.[8]Al-Faruqi juga menemukan fakta bahwa topik yang diajarkan dan metode yang diterapkan di dunia pendidikan Islam adalah salinan utuh tanpa re-design dari kurikulum Barat. Padahal bangsa Barat memilih topik yang diajarkan dan metode yang digunakan berdasarkan filosofi tertentu. Sedangkan umat Islam tidak lagi mengkaji landasan filosofis dalam pemilihan materi dan metode pengajaran.[9] Ia menawarkan program islamisasi ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada sebuah anggapan bahwa sains dan ilmu pengetahuan modern harus direhabilitasi sehingga cocok dengan pandangan dunia Islam. Program islamisasi pengetahuan adalah salah satu yang sangat ambisius, meskipun muncul dan hilang dalam waktu yang cepat.[10]
Al-Faruqi berpendapat bahwa Ilmu pengetahuan adalah inti dari Islam, sehingga seorang muslim baru dikatakan sempurna bila menghabiskan waktu dalam hidupnya untuk mencari ilmu. Hal ini benar-benar dipraktikkan oleh Al-Faruqi, di mana ia menghabiskan masa hidupnya dengan belajar dan mengajar. Ia mengikuti jejak Ibnu Khaldun dan Al-Biruni.[11] Ketika mengajar di Temple University di Philadelphia, Al-Faruqi berperan dalam mendirikan lembaga keislaman, seperti International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Herndon, Virginian yang berorientasi internasional dan Muslim Student Association yang membantu kebutuhan pelajar-pelajar Islam di Amerika Serikat dan Kanada.[12]
Dalam diri Al-Faruqi terpancar sebuah semangat yang mewakili jiwa komunitas Islam dan ia mampu mengkomuniaksikan semua itu kepada masyarakat lain. Keberadaanya di Amerika-negeri pengasingan-dalam waktu puluhan tahun mewakili masyarakat muslim seluruhnya. Kiprah dan perannya menjadikan ujung tombak yang sangat berguna untuk memberi jawaban tepat terhadap pertanyaan yang diajukan oleh muslim maupun non muslim.[13]Sebagai seseorang tokoh yang mempunyai koneksi dengan golongan menegah-atas di berbagai unversitas terkenal, ia mampu mempengaruhi semua pihak untuk membantu para peneliti dan mendanai studi mahasiswa muslim di luar negeri. Ia mampu tampil sebagai pengatur dan pengarah kegiatan ilmiah dan akademik, dengan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai program utama.[14]
Ismail Raji Al-Faruqi menetap di Philadelpia sampai akhir hayatnya. Ia meninggal dalam sebuah perampokan yang sebagian pihak menduga bermotif rasial, Sebagai profesor tamu di 23 universitas maka kematiannya telah menimbulkan luka mendalam di kalangan mahasiswa di seluruh dunia.[15]
[1]Charles Fletcher, Muslim-Christian
Engagement in the Twentieth Century: The Principles of Interfaith Dialogue and the Work of Ismail al-Faruqi (London: I.B. Tauris, 2015), hal. 7-8.
[2]Mona Abul – Fadl, Where
East Meets West: Appropriating the Islamic Encaounter for a Spiritual – Cultural Revival (London: IIIT, 2010),
hal. 85.
[3]Zareena Grewal, Islam
Is a Foreign Country: Amarican
Muslims and the Global Crisis of Authority (New York: New York University
Press, 2014), hal. 139-140.
[4]Ismail Raji Al-Faruqi,
Islam and Other Faiths (Leiceter: The Islamic Foundation, 1998), hal.
xii.
[5]John L. Esposito
dan John O. Voll, Makers of Contemporary Islam (Oxford: Oxford
University Press, 2001), hal. 28.
[6]Tamara Sonn, “Voices of Reformist Islam in the United States” dalam Reformist Voices of
Islam: Mediating Islam and Modernity, ed. Shireen
Hunter (London: Routledge, 2009), hal. 269.
[7]John L. Esposito”
Ismail R. Al-Faruqi:
Muslim Scholar-Activist” dalam The Muslim of America, ed. Yvonne Yazbeck
Haddad (Oxford: Oxford University Press, 1991), hal. 77.
[8]International
Institute of Islamic Thought, Islamization of Knowledge: General Principles
and Work Plan (Herndon: IIIT, 1989), hal. 5.
[9]Adem Sahin, “Reflections on the Possibility of an Islamic Psychology” dalam
Psychology of Religion in Turkey, ed. Zuhal Agilkaya dkk. (Leiden: Brill,
2015),
hal.
53.
[10]Mucahid Bilici, Finding
Mecca in America: How Islam Is Becoming an American Religion (Chicago: University of Chicago Press, 2012), hal.
76-77.
[11]Akbar S. Ahmed, Discovering
Islam: Making Sense of Muslim History and Society (New York: Routledge, 2002),
hal. 206.
[12]Timur R.Yuskaev, “Muslim Public Intellectuals and Global Muslim Thought”
dalam The
Cambridge Companion to American Islam, ed. Juliane Hammer (New York: Cambridge University Press, 2013), hal. 272.
[13]Kenneth Cragg, Troubled
by Truth: Biograpies in the Presence of Mysteries (Oregon: WIPF & STOCK, 2009), hal. 127
[14]Mona Abaza, Debates
on Islam and Knowledge in Malaysia and Egypt: Shifting Worlds (New York:
Routledge, 2002), hal. 77.
[15]Clinton Bennett, Muslims
and Modernity: Current Debates (London: Continuum,
2005),
hal. 108.
Post a Comment for " Ismail Raji Al-Faruqi: Pembaharuan Pendidikan Islam"